Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati didampingi Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo memberikan keterangan terkait Operasi Tangkap Tangan (OTT) oknum pejabat Ditjen Pajak di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Selasa (22/11). Dalam gelar perkara hasil OTT pada Senin kemarin, KPK menetapkan Kasubdit Bukti Permulaan Direktorat Penegakan Hukum Ditjen Pajak, Handang Soekarno sebagai tersangka penerima suap, dan Direktur PT EK Prima Ekspor Indonesia bernama Rajamohanan Nair sebagai tersangka pemberi suap. Dalam OTT tersebut KPK menyita uang sebesar USD 148.500 atau sekitar Rp 1,9 miliar. AKTUAL/Tino Oktaviano

Bogor, Aktual.com – Rencana pemerintah ingin memperkuat lembaga perpajakan dengan memberikan sejumlah kewenangan melalui revisi Undang-Undang No 16 tahun 2009 atas perubahan Undang-Undang No 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Perpajakan (KUP), akan menemukan kendala yang serius.

Dengan adanya insiden penangkapan atas oknum pungutan liar (pungli) di Direktorat Jendral Pajak baru-baru ini, membuat surutnya kepercayaan semua pihak atas rencana pemberian kewenangan yang luas kepada lembaga pengumpul pundi-pundi negara itu.

Apalagi kewenangan yang akan diberikan itu berupa penangkapan, penuntut hingga kewenangan mengakses seluruh data yang terkait dengan data perpajakan (termasuk data perbankan) yang selama ini data itu bersifat rahasia (tidak boleh diakses seperti yang diatur dalam UU Perbankan).

Tentunya institusi DPR selaku instrumen yang memberikan kewenangan itu menjadi ragu akan terjadinya penyalahgunaan kewenangan oleh oknum di lembaga perpajakan, hal inilah menjadi dirasa dilema bagi Menteri Keuangan, Sri Mulyani. Karena disatu sisi dia ingin memperkuat lembaga perpajakan Indonesia, namun pada realisasinya sangat rentan disalahgunakan.

“DJP kan sekarang ini dapat sorotan yang luar biasa banyak dari masyarakat, ada oknum atau pegawainya yang melakukan pengkhianatan. Ini seperti telur dan ayam, waktu kita beri kewenangan, eh malah ada yang berkhianat seperti itu, jadi kan membuat semua orang merasa; baru dikasih segitu aja udah kepeleset, apalagi dikasih lebih,” katanya di Sentul, Sabtu Sore (26/11).

Oleh karenanya, bahasan revisi UU tersebut membutuhkan waktu yang lebih lama sebelum diajukan kembali ke lembaga DPR, dia berjanji akan melakukan kajian yang lebih komperhensif untuk membangun keseimbangan kewenangan dan sistem pengawas agar tidak terjadi abuse of power oleh lembaga yang akan diganti menjadi badan tersebut.

“Kami dari Kemenkeu pasti akan terus berupaya untuk mendesain institusi yang baik yang akhirnya memang dibutuhkan oleh negara dan bukan agenda satu orang atau bukan agenda satu institusi, bukan satu kelompok. tapi ini agenda negara. Kita akan terus formulasikan dan perbaiki untuk KUP kedepannya,” tandasnya.

Dadangsah Dapunta

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Dadangsah Dapunta
Editor: Arbie Marwan