“Pemimpin negara yang ada di eksekutif, legislatif termasuk yudikatif harus lebih peka, peduli, dan menjunjung tinggi nilai-nilai integritas untuk menjadi suri tauladan masyarakat dalam berbangsa dan bernegara,” kata dia.

Menurutnya, wakil rakyat harus menjadi representasi yang memperjuangkan kemaslahatan publik bukan malah menjadi motor kehancuran sendi-sendi hukum dan demokrasi yang sedang tumbuh dan berjalan membaik.

“Presiden harus berpikir dan bekerja sungguh-sungguh untuk menjamin dan melindungi hak-hak warga negara dalam berdemokrasi termasuk memperjuangkan dan memperkuat gerakan antikorupsi,” ujar Laksono.

Oleh karena itu, kata dia, Antropolog Indonesia tidak menginginkan korupsi membudaya di negeri ini melalui pembiaran dan pembenaran baik secara tidak langsung maupun secara sistematis.

“Pembiaran dan pembenaran korupsi melalui berbagai cara akan menjadikan nilai korupsi yang tadinya adalah negatif atau tidak normal menjadi positif atau normal atau wajar. Jika ini sampai terjadi jelas akan merusak moral dan sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara,” kata Laksono.

Dari berbagai kampus, ia menegaskan Antropolog Indonesia menolak segala bentuk pelemahan terhadap KPK sebagai garda depan dalam pemberantasan korupsi dan tetap mengajak semua elemen warga bangsa bergerak dan berjuang bersama-sama dalam melawan korupsi sesuai dengan kapasitas masing- masing.

Artikel ini ditulis oleh: