Perdana Menteri Thailand Paetongtarn Shinawatra, putri mantan Perdana Menteri Thaksin Shinawatra.Aktual//REUTERS

Jakarta, aktual.com – Ribuan warga Thailand turun ke jalan dalam unjuk rasa besar-besaran di Bangkok pada Sabtu (28/6/2025), mendesak Perdana Menteri Paetongtarn Shinawatra mengundurkan diri di tengah meningkatnya ketegangan perbatasan dengan Kamboja dan tekanan politik domestik yang kian tajam.

Dilansir Reuters, demonstrasi yang digelar di bawah hujan deras ini menjadi yang terbesar sejak Partai Pheu Thai kembali berkuasa pada 2023. Aksi ini mencerminkan kekecewaan publik yang mendalam terhadap kepemimpinan Paetongtarn dalam menghadapi krisis perbatasan dan kondisi ekonomi yang memburuk.

“Dia harus mundur karena dialah masalahnya,” kata Parnthep Pourpongpan, salah satu tokoh utama aksi protes.

Unjuk rasa dipicu oleh perselisihan wilayah perbatasan yang memanas antara Thailand dan Kamboja sejak Mei 2025, yang kemudian diperparah dengan bocornya percakapan telepon antara PM Paetongtarn dan mantan Perdana Menteri Kamboja, Hun Sen.

Dalam percakapan itu, Paetongtarn terdengar mengkritik seorang komandan militer Thailand dan dianggap terlalu “tunduk” terhadap Hun Sen. Komentar tersebut memicu kecaman keras, terutama dari kalangan nasionalis pro-militer, mengingat militer masih menjadi kekuatan penting dalam lanskap politik Thailand.

Paetongtarn telah menyampaikan permintaan maaf secara publik, namun tekanan tidak mereda. Banyak kalangan menilai bahwa dirinya — serta sang ayah, mantan PM Thaksin Shinawatra — tengah dimanipulasi oleh Hun Sen, yang sebelumnya dikenal sebagai sekutu keluarga Shinawatra namun kini dianggap berbalik arah.

Kerumunan demonstran, termasuk banyak orang tua, berkumpul di Monumen Kemenangan, lokasi ikonik di Bangkok. Mereka membawa bendera Thailand dan meneriakkan, “Ung Ing, keluar!” — merujuk pada nama panggilan PM Paetongtarn.

“Komentarnya tentang militer dan usahanya menyenangkan Hun Sen tidak bisa diterima,” ujar Thapanawat Aramroong, salah satu peserta aksi.

Aksi ini diselenggarakan oleh United Force of the Land, koalisi nasionalis yang selama dua dekade terakhir aktif menentang pemerintahan yang didukung keluarga Shinawatra.

Dalam pernyataan resminya di hadapan massa, kelompok ini menuduh bahwa “cabang eksekutif dan legislatif tidak lagi bekerja demi demokrasi dan monarki konstitusional,” serta menuntut seluruh mitra koalisi pemerintah agar segera mengundurkan diri.

Protes ini berlangsung di tengah ancaman mosi tidak percaya terhadap pemerintahan Paetongtarn yang diperkirakan akan digulirkan di parlemen dalam waktu dekat. Dengan koalisi yang rapuh dan tekanan dari berbagai penjuru, masa depan kepemimpinan PM Paetongtarn kini berada di ujung tanduk.

 

Artikel ini ditulis oleh:

Tino Oktaviano