Pendiri Lippo Group Mochtar Riady (tengah) berjabat tangan dengan Ketua Yayasan Wakaf Paramadina Hendro Martowardoyo (kedua kiri) disaksikan oleh CEO PT Lippo Karawaci Tbk John Riady (kiri), Rektor Universitas Paramadina Firmanzah (kanan) dan Direktur Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan, Kemenristek Dikti Muhammad Dimyati (kedua kanan) usai menandatangani Kerja Sama Pendirian Masjid dan Universitas Paramadina akan dibangun di Meikarta Lippo Cikarang, Rabu (27/3/2019). AKTUAL/Dok Lippo Group

Jakarta, Aktual.com – PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR) mengankantongi tambahan modal baru sebesar Rp 11,2 triliun melalui penyelesaikan skema rights issue atau penerbitan saham baru.

Mayoritas tambahan modal yang berasal dari investor luar negeri itu menunjukkan kepercayaan global akan potensi perekonomian nasional.

Dana rights issue Lippo Karawaci ini merupakan salah satu investasi masuk terbesar ke Indonesia di tahun ini.

Realisasi rights issue tersebut diyakini akan memberikan efek positif bagi pertumbuhan ekonomi. Terlebih, kepercayaan pasar global yang tinggi kepada perekonomian Indonesia akan turut mengundang investor asing lain untuk menyuntikkan dananya ke Indonesia.

Secara khusus, dana segar yang diterima LPKR akan dipergunakan, antara lain, untuk pengembangan berbagai proyek properti yang akan menciptakan lapangan pekerjaan baru.

Seperti diketahui, industri properti memiliki efek multiplier yang signifikan terhadap banyak industri terkait.

“Kami rasa dengan banyaknya investor asing yang tertarik dengan rights issue Lippo Karawaci menunjukan kepercayaan global yang makin tinggi terhadap perekonomian nasional. Investasi masuk ke Indonesia tentu saja sangat positif karena turut menggerakkan ekonomi, menciptakan lapangan kerja dan memberikan kesempatan bagi industri terkait untuk ikut maju. Lippo Karawaci berbahagia dapat membantu pemerintah agar arus investasi ke dalam negeri semakin meningkat,” jelas CEO LPKR John Riady kepada media, Senin (15/6).

Nantinya, dana rights issue Lippo Karawaci akan digunakan untuk melanjutkan investasi di proyek-proyek utama di sejumlah daerah. Berbagai proyek ini akan turut mengakselerasi pertumbuhan ekonomi di berbagai pelosok nusantara.

Salah satu proyek yang dipastikan berlanjut adalah Meikarta di Cikarang. Diberitakan juga bahwa di bulan Agustus mendatang akan dilakukan topping off 4 tower pertama Meikarta. Sejauh ini, 65 persen dari seluruh apartemen Meikarta yang ditawarkan telah laku terjual, atau sejumlah 14,000 unit.

Diketahui, kesenjangan pembangunan rumah dan kebutuhan masyarakat akan perumahan (backlog) saat ini masih tinggi. Dengan dana itu, LPKR ingin membantu pemerintah dengan menyediakan produk properti yang lebih terjangkau oleh masyarakat, baik landed house, hingga apartemen.

Yang pasti, transformasi yang terus dilakukan perseroan diyakini akan mendorong momentum pertumbuhan Indonesia dan optimisme terhadap LPKR sebagai perusahaan real estat terbesar di Indonesia dalam hal pendapatan dan aset.

“Lippo Karawaci berkomitmen untuk dukung akselerasi pertumbuhan ekonomi. Aksi korporasi sejalan dengan keinginan pemerintah untuk terus meningkatkan dana investasi langsung ke dalam negeri. Kami pun memiliki kemampuan untuk memenuhi permintaan yang meningkat akan perumahan di Indonesia,” tegas John Riady.

Dihubungi terpisah, Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah menilai, ada sejumlah hal yang perlu diperbaiki agar FDI makin besar, antara lain permasalahan pembebasan lahan, perizinan, konsistensi kebijakan, koordinasi pusat daerah, perburuhan, pengupahan, hingga ketersediaan bahan baku.

“Masuknya FDI melalu rights issue seperti ini tentu sangat positif, menjadi bukti ekonomi kita kian positif. Diharapkan, tentu semakin banyak investor lain yang masuk. Tentu investasi juga bukan kepemilikan equity saja sehingga bisa sewaktu-waktu menjual kepemilikannya dan keluar,” ujar Piter.

Piter mewanti-wanti, meskipun pemerintah sudah mengeluarkan 16 paket kebijakan tahun lalu yang mayoritas bertujuan memperbaiki ease of doing business khususnya terkait perizinan termasuk mengeluarkan kebijakan OSS, perizinan tetap menjadi faktor penghambat realisasi.

Artikel ini ditulis oleh: