Mantan Menko Kemaritiman Rizal Ramli saat diskusi serial untuk edukasi pemilih dengan tema "Debat-Tak Debat: Utang Besar Buat Siapa? di Jakarta Convention Center, Senayan, Jakarta, Selasa (3/7/2018). Rizal Ramli mengungkapkan bahwa kondisi perekonomian Indonesia, khususnya masalah utang sedang dalam kondisi yang kurang sehat. Namun, pemerintah selalu mengelak dengan menyatakan bahwa utang Indonesia masih aman. Dan pemerintah selalu membandingkan rasio utang Indonesia lebih baik dengan negara lain seperti Amerika Serikat (AS) dan Jepang. Padahal, perbandingan tersebut tak sesuai untuk dilakukan. AKTUAL/Tino Oktaviano

Jakarta, Aktual.com – Begawan ekonomi Rizal Ramli menegaskan jika jurus Bank Indonesia (BI) tidak ampuh untuk menghambat laju dolar AS.

Rizal menyebut jika upaya Bank Indonesia dalam menaikkan bunga acuan untuk menekan keperkasaan nilai tukar dolar AS terhadap rupiah, masih terlampau kecil.

“Saya apresiasi Pak Perry (Perry Warjiyo, Gubernur BI), karena dia lebih antisipatif, dia cicil. Karena dia tahu sampai akhir minggu kemarin tekanan ke bawah. Menjelang tutup, Jumat kemarin dia naikkan 0,5% (50 bps). Dengan harapan obat ini cukup positif. Tapi ternyata, orang tidak percaya obat ini cukup,” kata Rizal di JCC Senayan, Jakarta, Selasa (3/7).

Bank Indonesia (BI) telah beberapa kali menaikkan suku bunga acuan. Yang terakhir, BI menaikan suku bunga acuannya hingga 50 basis poin (bps) pada pekan lalu.

Walau telah mengambil langkah responsif, namun rupiah tak kunjung menguat. Hari ini, dolar Amerika Serikat (AS) telah menembus level Rp 14.450.

Mantan Menko Kemaritiman Rizal Ramli yang dikenal sebagai Rajawali Ngepret pun ikut bicara mengenai kondisi nilai tukar ini. Dia mengatakan, sejatinya langkah BI yang dipimpin oleh Perry Warjiyo sudah cukup baik dalam memberikan respon pasar dengan menaikkan suku bunga acuannya.

Namun demikian, kata Rizal, upaya menaikkan suku bunga tersebut masih dirasa kurang ampuh untuk menjaga rupiah tetap stabil.

Menurutnya, BI dalam menghadapi kondisi ini maka BI harus menaikkan suku bunga acuannya hingga mencapai 300-400 bps (3-4%). Dengan begitu, maka rupiah bisa mengalami penguatan terhadap dolar AS.

“Hitungan kami, obatnya itu 3-4%. ‘Obat’ nya lebih jelas, bisa dicicil,” kata dia.

Walau begitu, Rizal menambahkan, ada sejumlah risiko yang dihadapi bila BI menaikan suku bunganya terlalu tinggi. Mulai dari potensi peningkatan kredit macet, hingga mempengaruhi kondisi pertumbuhan ekonomi.

“Itu membuat ekonomi kita seperti film Warkop, maju kena mundur kena. Kenapa seperti itu? Fundamental ekonomi kita tidak kuat, seperti yang dikatakan pejabat-pejabat kita. Pejabat ini ngomong kata-kata, kualitatif,” tuturnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Teuku Wildan