Rizal Ramli (dok RMOL)
Rizal Ramli (dok RMOL)

Jakarta, Aktual.com – Tokoh Ekonom Senior, Rizal Ramli menilai kasus dugaan korupsi proyek base transceiver station (BTS) yang melibatkan Menteri Komunikasi dan Informatika sekaligus politikus Partai NasDem, Jhonny G Plate, sebagai tersangka adalah konspirasi tingkat tinggi.

Menurutnya, penyelidikan terhadap kasus tersebut oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) tidak dapat dipisahkan dari masalah politik dan pengaruh kekuasaan. Pasalnya, dugaan korupsi BTS tersebut telah terpendam selama empat tahun dan baru diungkap ketika Partai NasDem dianggap berlawanan dengan pemerintah.

“Ketika kamu dianggap sebagai mitra dalam koalisi pendukung pemerintah, kamu diizinkan melakukan kejahatan apa pun. Tetapi ketika kamu pura-pura menjadi oposisi, kamu langsung diserang,” kata Rizal, Senin (17/7).

Mantan Menko Ekuin era Presiden Gusdur itu menilai bahwa sistem kekuasaan saat ini terlalu kejam karena dengan mudah menyingkirkan setiap lawan politik melalui proses hukum.

Dia menyebut bahwa saat ini banyak pihak yang diduga melakukan korupsi berlindung di balik Presiden Jokowi dengan cara mendukung pemerintah secara politik.

“Karena dia (Presiden Jokowi) ingin aman. Koruptor semakin semangat menjilat Jokowi karena mereka yakin akan tetap aman. Tetapi bagi mereka yang tidak melakukan hal tersebut, mereka akan diserang dan kasus ini akan dibuka,” ucap Rizal.

Lebih lanjut, mantan Menko Kemaritiman dan Sumber Daya ini mengatakan bahwa serangan terhadap Partai NasDem tidak hanya melalui proses hukum. Dia mengungkapkan bahwa unit bisnis Ketua Umum Partai NasDem, Surya Paloh, juga terganggu eksistensinya.

“Kontrak bisnisnya dengan nilai terbesar adalah di Freeport. Proyeknya dibatalkan. Iklan juga dibatalkan. Begitulah permainannya,” jelas Rizal.

Rizal meminta Kejaksaan Agung untuk menyelidiki kasus ini secara menyeluruh tanpa adanya campur tangan kekuasaan. Hal ini penting sebagai pembelajaran bagi masyarakat bahwa hukum di Indonesia tidak memihak.

Proyek senilai 10 triliun rupiah, yang terkena korupsi sebesar 8 triliun rupiah, sedangkan nilai pembangunannya hanya 2 triliun rupiah. Biasanya tingkat korupsi adalah sekitar 30%, tetapi dalam kasus ini tingkat korupsi di Indonesia meningkat menjadi 80%. Pasti ada penyimpangan uang. Hal ini harus diungkap.

Rizal Ramli menyebut BTS sebagai singkatan dari “Bancakan Terstruktur dan Sistematis”. Menurutnya, Bancakan Terstruktur dan Sistematis tidak mungkin dilakukan oleh orang biasa atau pejabat rendahan. Hal ini pasti dilakukan oleh pihak yang sangat berpengaruh dan berkuasa!

Kasus BTS ini, begitu diungkap, maka pihak-pihak yang berkuasa harus menutupinya, karena mereka yang berkuasa yang terlibat. Tentu saja yang terlibat adalah mereka yang berkuasa. Itulah sebabnya disebut “BTS”.

Yang perlu dilakukan hanyalah melacak aliran dana dari siapa yang dekat dengan siapa, hubungannya dengan pihak berkuasa. Mengapa mereka yang mengatur agar uangnya diserahkan ke Kejaksaan Agung namanya disembunyikan.

Karena kasus BTS ini melibatkan kelas tinggi, pasti ada jalur atau koneksi ke pihak yang berpengaruh dan berkuasa.

“Oleh karena itu, kasus ini perlu diungkap sepenuhnya agar menjadi pelajaran bagi bangsa ini,” pungkasnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Arbie Marwan