Sementara itu, Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah menilai jika KPK sama sekali tidak mempunyai hak untuk menolak RUU KUHP. Ia mengingatkan kembali tugas pokok dan fungsi (Tupoksi) KPK sebagai lembaga pemberantasan korupsi yang hanya menjalankan UU. Sementara DPR dan Pemerintah merupakan pembuat UU.
“KPK itu adalah akibat dari UU, jadi mereka tidak punya hak untuk menolak UU, tetapi hanya melaksanakan dari UU yang dihasilkan DPR dan Pemerintah,” tegas Fahri di Jakarta, Kamis (31/5).
Menurut dia, yang terpenting ialah menciptakan strategi pemberantasan korupsi yang lebih efektif. Ia pun lantas meminta komisi anti rasuah meniru suksesnya pembuatan UU Antiterorisme. Sebab menurut dia, hal itu akan membuat munculnya koordinasi dalam penanganan kasus korupsi atau isu korupsi.
“Sebaiknya KPK itu menjadi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) saja, sebagai tempat bagi institusi yang akan bertindak memberantas korupsi, berkoordinasi seperti dalam kasus tindak pidana terorisme,” kata Fahri.
Dimana, menurut Fahri, kepolisian dan lembaga lainnya sebagai lembaga yang melakukan penindakan dengan dibentuknya unit seperti Densus 88. Dan tugas KPK disitu adalah fungsi koordinatif.
“Karena itu juga adalah mandat dasar dari UU 30 Tahun 2002, agar KPK melakukan supervisi, koordinasi dan monitoring, maka fungsi itulah yang harus diperkuat di masa yang akan datang, sementara lembaga penindak sudah banyak,” kata dia.
Silakan download link di bawah ini:
[pdfjs-viewer url=”http%3A%2F%2Fwww.aktual.com%2Fwp-content%2Fuploads%2F2018%2F06%2FFanzine-Aktual.com-020618_RKUHP-dan-Kemunduran-Pemberantasan-Korupsi-di-Indonesia.pdf” viewer_width=100% viewer_height=1360px fullscreen=true download=true print=true]
Artikel ini ditulis oleh:
Nebby