Jakarta, Aktual.com – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tengah menggodok Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau RKUHP yang ditargetkan akan rampung pada 17 Agustus 2018 nanti.
Ketua DPR, Bambang Soesatyo mengatakan para anggota dewan terhormat akan mengesahkan RUU ini sebagai kado terindah untuk ulang tahun Republik Indonesia yang ke 73 tahun.
“Kami targetkan untuk memberikan hadiah kepada bangsa ini tepat HUT RI nanti kami selesaikan ini dengan baik,” ujar Bambang, Senin (28/5).
Bamsoet mengatakan, RUU KUHP yang akan disahkan nantinya menjadi undang-undang hukum pidana yang baru milik Indonesia. Kitab ini akan menggantikan Undang-Undang Hukum Pidana buatan Belanda yang telah menjadi payung hukum Indonesia sejak zaman penjajahan.
Sebagai gambaran pembaruan KUHP ini sudah menjadi prioritas sejak lama, namun tidak selesai dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat periode lalu. Undang-undang dengan jumlah pasal terbanyak lebih dari 600 pasal itu terpaksa harus dibahas kembali dari awal oleh anggota DPR periode 2014-2019 karena sistem DPR tidak mengenal warisan.
Dari ratusan pasal tersebut, terdapat beberapa poin yang belum disepakati. Setidaknya menurut Anggota Panja RUU ini, Arsul Sani ada 11 poin yang masih digodok para anggota dewan terhormat, diantaranya pasal terkait LGBT, penghinaan presiden, pasal perzinahan, pasal terkait penggunaan kontrasepsi, pasal terkait penghinaan kepada lembaga.
Ia mengatakan untuk pasal penghinaan presiden dan perzinahan perdebatannya masih terkait rumusan delik apakah delik biasa atau diubah menjadi delik aduan.
Sementara LGBT, Ia mengaku DPR mendapat masukan dari pihak asing.
“Soal pasal bukan perzinahan kumpul kebo yah itu apakah tetap delik biasa atau delik aduan. Lalu yang berikut lagi pasal tentang LGBT itu ya banyak juga masukan dari luar negeri bahwa pasal itu rumusannya diskriminatif,” ujar Anggota Komisi III DPR itu.
RKUHP Potensi Kebiri KPK
Selain permasalahan diatas, sejumlah pihak juga mempertanyakan komitmen RUU ini dalam pemberantasan Korupsi, khususnya mengenai kewenangan KPK.
Artikel ini ditulis oleh:
Editor: Nebby