Jakarta, Aktual.com – Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) yang telah disusun oleh PT PLN (Persero) dinilai salah kaprah dan jauh dari paradigma pemetaan pembangunan. Hal ini dikatakan oleh pengamat kebijakan energi dari kampus ITB, Agung Wicaksono.

Dia mengaku telah mempelajari RUPTL tersebut dan ternyata terjadi miss target dari kebijakan pemerintah kepada PLN. Hal ini menurutnya karena perencanaan PLN hanya mempertimbangkan aspek bisnis perusahaan, sedangkan semangat dari pemerintah untuk pemacu pengembangan ekonomi di kawasan terpencil dan terluar.

“Perencanaan pembangunan listrik seperti yang ditargetkan oleh PLN melalui RUPTL tidak mencerminkan pemerataan pembangunan dan pengembangan ekonomi di kawasan terpencil. Kita bisa lihat rasio elektrifikasi yang berada di Indonesia bagian timur dan daerah terluar masih minim, karena PLN juga sebagai BUMN yang bisnis. Oleh karena itu ada miss program dari pemerintah,” ujarnya saat diskusi Energi Kita di Gedung Dewan Pers, Minggu (28/8).

Pada kesempatan yang sama, anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Renaldy Dalimi menegaskan bahwa RUPTL yang telah disusun PLN tersebut merupakan hasil pesanan dari kepentingan bisnis yang bermain di Pulau Jawa. Sehingga RUPTL tersebut sebagian besar pembangunan berasa di Pulau Jawa dan Jauh dari pencapaian pembangunan untuk pemerataan yang mayoritas kekurangan listrik di luar Pulau Jawa.

“RUPTL yang dibuat oleh PLN berdasarkan ‘pesanan’ sehingga terlihat di Jawa lebih banyak pembangunannya,” ungkapnya.

Oleh karena itu, dia meminta pemerintah mempertegas posisi PLN antara kepentingan PSO (public service obligation) atau kepentingan bisnis, karena dia menganggap kejelasan berperan penting untuk pemerataan elektrifikasi di Indonesia.

Lalu kemudian, pemerintah harus meninjau ulang rumusan RUPTL agar sesuai dengan program pemerataan pembangunan yang menjadi janji kampanye (membangun dari pinggiran) pemerintahan Jokowi-JK.

“Pemerintah harus mempertegas peran PLN. kalao PLN mau sebagai bisnis pisahkan dengan PSO, karena PSO ini tempat ‘cuci tangan pembangunan’ tidak efektif karema dirasa tidak menguntungkan bagi PLN,” tandas Renaldy.

 

*Dadang

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Dadangsah Dapunta