Chairman Agung Sedayu Group Sugianto Kusuma alias Aguan (tengah) meninggalkan Gedung KPK usai menjalani pemeriksaan di Jakarta, Selasa (19/4). Aguan diperiksa sebagai saksi terkait kasus pembahasan Raperda tentang rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil provinsi DKI Jakarta tahun 2015-2035 dan raperda tentang rencana tata ruang kawasan strategis Pantai Utara Jakarta dengan tersangka Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta Mohamad Sanusi. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/pd/16.

Jakarta, Aktual.com — Kuasa Hukum Nelayan, Tigor Hutapea menyampaikan bahwa pihaknya akan menggugat keberadaan Pulau C dan D yang dikerjakan oleh PT Kapuk Naga Indah anak perusahaan PT Agung Sedayu Group milik Sugianto Kusuma alias Aguan.

Namun, ia menyampaikan bahwa apa yang digugat tidak akan sama dengan apa yang digugat terhadap Pulau G yakni batalnya izin pelaksanaan. Pasalnya, izin pelaksanaan Pulau C dan D sudah terbit sejak zaman Gubernur Fauzi Bowo (Foke), sehingga sudah kadaluwarsa untuk mengajukan gugatan.

“Kalau kita menggugat sk nya itu sudah tidak mungkin, kan. Sudah lewat waktu karena hanya diberikan 90 hari sejak SK itu keluar,” ujar pengacara publik LBH Jakarta tersebut, Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (22/5).

Sehingga, lanjut Tigor, pihaknya akan menggugat secara perdata akan kerusakan lingkungan yang ditimbulkan karena keberadaan dua pulau palsu itu.

“Yang bisa dilakukan adalah menggungat ke pengadilan negeri dengan kerusakan lingkungan yang terjadi akibat pembangunan pulau C dan pulau D,” tutur dia.

Hal itu diharapkan, Pengadilan Negeri bisa mendesak pemerintah ataupun pengembang untuj segera memulihkan kerusakan lingkungan yang telah terjadi.

Selain itu, Tigor menyampaikan rasa tidak puasnya kepada Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang hanya memberikan sanksi administratif kepada pengembang.

“Seharusnya pemerintah bisa lebih jauh lagi melakukan gugatan terhadap pengembang-pengembang itu agar memulihkan kerusakan lingkungan yang ada akibat Pulau C dan D,” kata dia.

Jika tidak, Tigor melanjutkan, masyarakat khususnya nelayan yang akan melakukan class action kepada para pengembang.

“Kalau pemerintah tidak mau melakukan itu, berdasarkan UU 31 Tahun 2008, masyarakat sipil berhak mengajukan gugatan itu ke PN,” jelasnya.

Namun, mengenai rencana tersebut, Tigor tidak ingin ambil langkah gegabah. Pasalnya, pihaknya masih mencari data-data yang diperlukan sebelum menggugat.

“Pulau C dan D ini betul-betul seperti misteri karena sangat tertutup sekali data-datanya. sampai sekarang kita belum mendapatkan amdal dan lain-lainnya. Harus cari betul-betul data-datanya,” pungkas dia.

Artikel ini ditulis oleh: