Jakarta, Aktual.com – Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov dan rekannya Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu, Selasa, sepakat untuk mengawasi gencatan senjata di Suriah, seraya melanjutkan upaya memerangi “kelompok teroris”, menurut Kemenlu Rusia.

Lavrov dan Cavusoglu, yang berbicara melalui telepon, membahas pertemuan yang akan datang tentang situasi Suriah yang digelar di Astana, ibu kota Kazakhstan.

Kedua menteri juga membahas masalah-masalah yang mendesak dalam hubungan bilateral antara Moskow dan Ankara, menurut pernyataan kementerian luar negeri, tanpa menjelaskannya lebih lanjut.

Sementara itu Utusan Khusus Perserikatan Bangsa-bangsa untuk Suriah Staffan de Mistura menjelaskan bahwa pertemuan Astana merupakan kesempatan penting untuk menghentikan permusuhan.

Ia merujuk pertemuan yang akan diselenggarakan pada 23 Januari.

“(Pertemuan) Astana merupakan kesempatan penting dan karena itu baik China maupun PBB mendukung prakarsa ini. Kami berharap pembicaraan di Astana akan memperteguh penghentian permusuhan,” kata de Mistura.

“Apa yang diminta rakyat Suriah saat ini adalah penghentian pertempuran. Jadi jika pembicaraan tentang ini dilangsungkan pada 23 Januari di Astana serta gencatan senjata diperteguh, tidak buyar seperti yang terjadi beberapa kali, (pertemuan) itu merupakan momen penting,” tambahnya.

De Mistura juga mengatakan ia berharap perundingan Astana akan membuka jalan menuju pembahasan politik, yang diperantarai PBB pada 8 Februari di Jenewa berdasarkan resolusi 2254 Dewan Keamanan PBB.

“(Pertemuan) Astana penting untuk mempersiapkan dukungan dan membantu pembicaraan yang akan kami gelar di Jenewa,” ujarnya.

Perundingan perdamaian yang melibatkan delegasi pemerintah dan pasukan keamanan Suriah, yang ingin menggulingkan Presiden Bashar al-Assad, telah digulirkan sejak April tahun lalu di tengah kekerasan berlarut-larut serta krisis kemanusiaan yang meluas.

Kesepakatan gencatan senjata yang diterapkan mulai 30 Desember 2016 serta rencana penyelenggaran perundingan perdamaian, mendapat dukungan penuh dari Dewan Keamanan PBB pada 31 Desember.

(Ant)

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby