Jakarta, Aktual.com — Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini, mengatakan politik uang merupakan perilaku haram dalam demokrasi. Sayangnya, dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah tidak terdapat sanksi tegas terhadap pelaku politik uang.

“Bicara mengharamkan politik uang, tapi penalti tidak ada. Tidak heran, tidak satu kasus politik uang yang berujung sengketa di pengadilan,” kata Titi dalam diskusi ‘Menggagas Revisi UU Pilkada yang Lebih Demokratis’ di Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri), Jakarta, Rabu (24/2).

Pelaku politik uang sudah seharusnya dijatuhi sanksi tegas. Bukan lagi sanksi sebatas pasal komitmen, melainkan diatur sedemikian rupa agar pelakunya bisa dipidanakan.

Bukan hanya itu, partai politik yang meminta mahar terhadap calon kepala daerah juga mesti diatur. Seperti halnya money politics, mahar bagi parpol ini juga mesti diatur. Sebab mahar itu juga masuk kategori politik uang.

“Beli perahu, menyuap pemilih dan menyuap penyelenggara perlu dijatuhi sanksi tegas dan berat. Baik kepada parpol dan pasangan calon yang menurut bukti permulaan cukup dan tak bisa dibantah terhubung dengan praktik tersebut,” jelas Titi.

Misalnya, lanjut dia, sanksi dijatuhkan bagi calon kepala daerah tidak diperbolehkan maju kembali pada Pilkada berikutnya. Begitu juga dengan partai politik, tidak diperbolehkan mengusung calon pada Pilkada berikutnya.

Artikel ini ditulis oleh: