Jakarta, aktual.com – Mantan Direktur Utama PT Pertamina, Karen Agustiawan, menolak tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) atas kasus akuisisi participating interest (PI) blok Basker Manta Gummy (BMG) di Australia tahun 2009 silam. JPU menuntut Karen hukuman penjara selama 15 tahun dan uang pengganti Rp284 miliar.

Penolakan Karen tersebut disampaikan melalui pembacaan naskah pembelaan (Pledoi) setebal 26 halaman dalam sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta Pusat, Rabu (29/5). Menurutnya apa yang menjadi tuntutan JPU menjadi bukti bahwa fakta-fakta persidangan yang telah diselenggarakan lebih dari 25 kali tidak dipahami oleh JPU. Bahkan terkesan mengabaikan pendapat saksi ahli atau fakta persidangan lainnya.

Karen menilai JPU hanya mengambil fakta-fakta persidangan secara parsial dan tidak memahaminya secara holistik. Sehingga dakwaan dengan tuntutan yang disampaikan JPU tidak ada perubahan. Padahal seharusnya dengan memahami fakta persidangan secara holistik JPU bisa mengubah tuntutannya karena adanya kebenaran yang terungkap dari kasus yang dialami Karen.

“Saya sudah membaca tuntutan yang diberikan JPU, setelah baca detail ternyata tuntutan itu tidak ada bedanya dengan dakwaan. Sehingga apa yang telah dipersidangkan dan fakta persidangan tidak masuk sama sekali tidak menjadi bahan pertimbangan oleh JPU,” kata Karen.

Sebagai contoh fakta persidangan yang diabaikan oleh JPU adalah dianggap akuisisi Blok BMG tersebut harus mengacu pada tata kerja operasional (TKO) dan tata kerja individu (TKI). Padahal sesuai kesaksian dari Evita Maryanti Tagor selaku Mantan Deputi Pendanaan dan Manajemen Risiko Pertamina menegaskan bahwa TKO / TKI hanya untuk proses penganggarannya saja. Sementara dalam investasi belum ada TKO/TKI.

“Nah hal – hal seperti ini seolah olah JPU tidak menyaksikan secara utuh dan holistik jadi dipenggal-penggal, kalau dipenggal – penggal itu bukan fakta persidangan tapi lebih ke hoax, makanya tadi saya putar kembali rekaman Evita,” sambungnya.

Atas berbagai fakta persidangan yang diungkap, Galaila Karen Kardinah (nama asli Karen) berharap majelis hakim dapat memutuskan kasus ini sesuatu fakta yang ada. Dia meminta Hakim tidak mendasarkan putusannya pada tuntutan JPU yang terkesan mengabaikan fakta persidangan. Karen yakin keputusannya dalam melakukan akuisisi Blok BMG senilai Rp568,06 miliar pada saat itu adalah keputusan yang berdasarkan landasan yang kuat.

Karen menegaskan keputusan akuisisi Pertamina murni didasarkan pada hasratnya untuk menumbuhkembangkan Pertamina menjadi Perusahaan berkelas di mata dunia. Kalaupun terjadi wanprestasi dalam akuisisi Blok BMG itu murni sebagai risiko di industri hulu migas dan bukan semata-mata demi memperkaya orang lain atau korporasi tertentu selain Pertamina.

“Saya sangat berharap Hakim dapat mengerti, mudah – mudahan majelis hakim dibukakan hati nuraninya, yang benar ya benar yang salah ya salah. Tidak usah khawatir kalau memutuskan begini akan membuat suatu anomali. Saya pikir menghukum orang yang benar itu jauh lebih kejam,” pungkasnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Zaenal Arifin