Jakarta, Aktual.com — Ketua Presidium Indonesia Police Watch Neta S Pane menilai, surat edaran hate speech atau ujaran kebencian yang diterbitkan Kapolri Jenderal Polisi Badrodin Haiti tidak ada manfaatnya.

Padahal, sambung Neta, Polri sudah mempunyai Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang ada. “Kalau memang hal ini dilaporkan, maka sudah ada KUHP yang mengatur pidana pencemaran nama baik dan penghinaan. Selain itu juga ada UU ITE. Jadi terlalu berlebihan kapolri sampai menerbitikan surat edaran segala,” kata Neta ketika dihubungi, Selasa (3/11).

Menurut dia, dalam hukum kedudukan pejabat tinggi sama dengan warga negara biasa, sehingga tidak diperlukan langkah-langkah khusus yang terkesan mengistimewakan pihak lain. Apalagi Mahkamah Konstitusi jelasnya sudah mencabut pasal pencemaran terhadap presiden.

“Jadi kalau pun ada orang yang menghina atau mencemarkan nama baik presiden, maka polisi tidak bisa serta merta menetapkan pasal penghinaan tanpa adanya laporan,” kata dia.

Menurut Neta, pasal penghinaan sampai saat ini termasul pasal abu-abu, karena umpatan penghinaan belum tentu bisa diartikan sebagai penghinaan. “Seperti di Jawa Timur, kata “ganjuk” itu terkadang merupkan umpatan persahabatan dari pada penghinaan,” ujar dia.

Dia pun menyayangkan pernyataan Kadiv Humas Polri Anto Charliyan yang masih saja mengeluarkan pernyataan yang menunjukkan bahwa para elit Polri tidak memahami aturan perundangan terutama UUD dan KUHP.

“Kadiv humas Polri Anton Charliyan menyatakan aparat penegak hukum tidak bisa diam saja melihat simbol negara diperlakukan tidak pantas. Bayangkan Jendral Bintang dua mengeluarkan pernyataan seperti ini. Dia seharusnya tahu Polri tidak boleh pro aktif karena deliknya aduan. Yang lebih parah lagi dia memasukkan presiden sebagai simbol negara. Tunjukkan pasal atau aturan mana yang mengatakan presiden simbol negara?” kata Neta.

Anton menurut Neta harusnya mempelajari lagi aturan dasar negara ini yaitu UUD bahwa yang masuk simbol negara itu adalah lagu kebangsaan, bendera merah putih, bahasa Indonesia dan lambang negara yaitu Garuda Pancasila. Jadi kalau dia bilang presiden simbol negara, jelas dia tidak paham UUD dan ini sangat disayangkan.

“Dalam UUD itu Cuma tertera presiden itu kepala negara dan kepala pemerintahan dan bukan simbol negara.Jadi jangan diplesetkan bahwa Presiden adalah bagian dari simbol negara.Pernyataan menyesatkan seperti ini jangan terus diulangi karena ini bukan kali pertama elit polri mengatakan bahwa presiden simbol negara,” ujar dia.

Sebelumnya Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Anton Charliyan di Kompleks Mabes Polri, Senin (2/11) mengancam meski polri belum bisa memproses hal kasus ini karena tidak ada aduan, namun pengusutan akan tetap dilakukan untuk kepentingan intelijen.

“Kalau tidak ditempuh dengan hukum, akan dijadikan data intelijen,” ujar Anton.

Menurut Anton secara prinsip Polri tidak bisa diam saja melihat simbol negara diperlakukan tidak pantas.”Kita harus tahu bahwa Presiden itu simbol negara. Apa bangsa kita senang menjatuhkan simbol-simbol negara? Biasanya orang yang menjatuhkan simbol negara, bisa jadi, nantinya menjatuhkan negara juga. Ini yang harus diwaspadai,” ujar dia.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Wisnu