Revisi Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi memicu protes dari sejumlah alumni perguruan tinggi di Indonesia. Pasal-pasal pada draf revisi undang-undang itu dianggap sengaja untuk mematikan KPK.

Jakarta, Aktual.com — Mantan Penasihat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abdullah Hehamahua menilai pembahasan revisi Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK, saat ini menjadi bola liar untuk DPR RI.‎

Dikatakan Abdullah, pembahasan revisi tersebut tidak tepat jika dilakukan sekarang. Pasalnya, UU KPK sendiri juga merujuk kepada Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).

“Momentum tak tepat, alasannya karena di DPR itu bola liar,” kata dia, dalam sebuah diskusi di bilangan Cikini, Jakarta, Sabtu (6/2).

Menurut dia, DPR seharusnya lebih dulu merevisi KUHP. Jika nanti revisi UU KPK tidak sejalan dengan KUHP, maka secara otomatis akan ada pembahasan ulang mengenai UU tersebut.

Hal itu, sambung Abdullah, tentunya akan terbuang percuma. Maka itulah, dia menyarankan untuk lebih dulu melakukan amandemen terhadap KUHP.

“Bola liar itu bisa kemanamana. Filosofinya rumah undang-undang kita itu KUHP dan itu belum jelas sampai mana dibahas. Kalau sekarang diamandemen UU KPK, kemudian dua tahun baru jelas UU KUHP terus bertentangan dengan KPK, nanti diamandemen lagi UU KPK,” ujar dia.

Diketahui, pemerintah dan DPR sudah sepakat untuk merevisi empat poin dalam UU KPK. Pertama soal kewenangan penyadapan yang harus seizin Dewan Pengawas, lalu soal kewenangan menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3), pembentukan Dewan Pengawas, serta penyelidik dan penyidik independen.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Nebby