“KPK mengamankan uang rupiah ratusan juta. Kami duga terkait dengan tugas di Komisi VII DPR,” kata Ketua KPK, Agus Rahardjo, ketika penangkapan Erni beberapa waktu yang lalu.

Uang itu disinyalir KPK merupakan bagian dari commitment fee 2,5 persen dari nilai proyek kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1. Commitment fee tersebut diberikan oleh Johannes Budisutrisno Kotjo, pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited. Uang Rp500 juta itu diduga merupakan penerimaan keempat dari Johannes. Total nilai suap yang diberikan Johannes kepada Eni sebesar Rp 4,8 miliar.

Sejak itu nama Idrus bersama Dirut PLN Sofyan Basir dikait-kaitkan ikut terlibat dalam proyek dengan nilai investasi 900 juta dolar AS atau sekitar Rp12,6 triliun.

Tercatat Idrus sudah tiga kali menjalani pemeriksaan tim penyidik KPK. Pertama pada 19 Juli 2018, ketika itu mantan Sekjen Partai Golkar tersebut diperiksa selama lebih kurang 12 jam di Gedung KPK. Saat itu menurut Juru Bicara KPK Febri Diansyah, penyidik mengklarifikasi pertemuan-pertemuan Idrus dengan tersangka Eni Maulani Saragih.

Penyidik juga mencari tau pokok pembicaraan dalam pertemuan-pertemuan hingga informasi terkait dugaan aliran dana dalam proyek PLTU Riau-1 ini.

KPK mensinyalir ada pertemuan-pertemuan yang ikut dihadiri Idrus denga Direktur Utama PLN Sofyan Basir dan para tersangka, Eni Maulani Saragih dan Johannes B Kotjo. Pertemuan tersebut teridentifikasi lewat rekaman CCTV yang disita penyidik dari serangkaian penggeledahan di beberapa lokasi, termasuk di kantor dan rumah Direktur PLN Sofyan Basir. Hal itu yang lantas beberapa kali membuat Idrus harus bolak-balik ruang pemeriksaan KPK.

Wakil Ketua KPK, Basaria Panjatian saat jumpa pers Jumat (24/8), menyatakan jika penetapan Idrus Marham sebagai tersangka dilakukan selepas pihaknya menggelar perkara (ekspose) dengan sejumlah alat bukti yang diingat dirinya dilakukan sekitar satu atau dua hari sebelum Selasa (21/8).

Dari hasil gelar perkara itu, KPK menemukan fakta baru yakni tentang keterlibatan Idrus bersama-sama dengan Eni Maulani Saragih selaku Wakil Ketua Komisi VII DPR.

“Sprindik (Surat Perintah Dimulainya Penyidikan) ditandatangani pimpinan tanggal 21 Agustus lalu,” kata Basaria, Jumat (24/8).

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby