Yangon, Aktual.com – Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Ban Ki-moon, mengecam unsur keras di Myanmar, yang menyebarkan pidato kebencian dan kefanatikan terhadap agama minoritas, beberapa hari menjelang pemilihan umum bersejarah di negara itu.

Myanmar mengadakan pemungutan suara pada Minggu (8/11) mendatang, yang pengamat harap menjadi pemilihan umum paling adil sesudah puluhan tahun saat negara itu perlahan meninggalkan hampir setengah abad kekuasaan tentara.

Tapi, pemungutan suara itu berlangsung bersamaa dengan peningkatan rasa benci Muslim, yang dipimpin gerakan kecil tapi semakin berpengaruh dari biksu Buddha nasionalis garis keras.

Dalam pernyataan keluaran kantornya, Ban Ki-moon mengungkapkan kekhawatiran mendalam tentang pidato kebencian terus menerus, hasutan permusuhan kaum dan penyalahgunaan agama untuk tujuan politik oleh anasir keras di kalangan masyarakat utama di Myanmar.

Ban juga menyeru pemilih untuk menolak politisi penganut kebijakan pembedaan ketika mereka ke kotak suara.

“Dia mendesak semua pihak di Myanmar menghindari tekanan, paksaan, penyebaran kebencian atau kekerasan terhadap pribadi atau lembaga berdasarkan atas kesukuan, jenis kelamin, kepercayaan atau agama atau pandangan politik,” kata pernyataan itu, dilansir dari AFP, Senin (2/11).

Ia tidak menyebutkan nama orang atau kelompok dalam pernyataannya.

Tapi, ia mengecam pernyataan kasar terhadap Yanghee Lee, Pelapor khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Myanmar.

Dalam kunjungan ke negara itu pada Januari, ia diejek biksu penghasut berpengaruh Wirathu, yang menggambarkannya sebagai pelacur.

Tidak jelas dari pernyataan Ban itu apakah ia merujuk pada masalah itu.

Lee lantang dalam mengecam penganiaya dan menabur permusuhan aliran terhadap suku kecil Myanmar, khususnya Muslim.

Dalam beberapa tahun belakangan, gerakan nasionalis Buddha bermunculan, mendukung partai berkuasa USDP.

Gerakan Ma Ba Tha dan Wirathu adalah yang paling dikenal di antara kelompok itu, yang mendukung perasaan benci Muslim.

Inti asas mereka adalah keyakinan bahwa jatidiri Buddha Myanmar diserang Muslim dan suku kecil lain, meskipun negara itu berisi kelompok tersebut sejak dulu.

Puluhan orang, terutama Muslim, tewas dalam kekerasan agama dalam beberapa tahun belakangan.

USDP bersekutu dengan pandangan kolot itu, setuju meloloskan serangkaian aturan bermasalah tentang ras dan agama pada awal tahu ini.

Akibatnya, kaum nasionalis Buddha secara jelas memilih pemerintah bertahan.

Artikel ini ditulis oleh: