Sukmawati Soekarnoputri ketika menggelar konferensi pers di Jakarta, Rabu (4/4). Pada kesempatan itu, Sukma meminta maaf atas puisi yang dibacanya, yang menuai banyak kontroversi karena menghina umat Islam. Foto: Aktual.com/Teuku Wildan.

Jakarta, Aktual.com – Sukmawati Soekarnoputri mencoba “bermuka dua” terkait pembacaan puisi yang berjudul ‘Puisi Ibu Indonesia’ dalam ajang Indonesia Fashion Week di Jakarta, 28 Maret 2018 lalu.

Seperti diketahui, pada puisi yang sempat dibacakan dan mengundang kontroversi itu, Sukmawati secara nyata tidak mengakui ajaran Islam, dengan menyebut “saya tak tau syariat Islam, yang ku tau sari konde Indonesia lebih indah.”

Namun, pada jumpa pers yang digelar di kawasan Cikini, Jakarta, Rabu (4/4), Putri Presiden pertama Soekarno itu, mengaku dirinya sebagai muslimah yang bangga dengan keislamannya.

“Saya adalah seorang muslimah yang bersyukur dan bangga akan keislaman saya, putri seorang Proklamator Bung Karno yang dikenal juga sebagai tokoh Muhammadiyah dan juga tokoh yang mendapatkan gelar dari Nahdlatul Ulama sebagai Waliyul Amri Ad Dharuri Bi Assyaukah,” kata Sukma berkilah.

Sebagaimana diketahui, Fatmawati, ibu dari Sukma, berasal dari keluarga Muhammadiyah taat di Bengkulu. Hal ini sangat kontras dengan isi puisi Sukma yang justru menghina agama Islam.

Sementara gelar Waliyul Amri Ad Dharuri Bi Assyaukah yang didapat Soekarno dari NU adalah pengakuan NU sebagai ormas Islam terbesar di Indonesia kepada Soekarno sebagai pemimpin pemerintahan di masa darurat yang kebijakan kebijakannya mengikat secara de facto dengan kekuasaan penuh.

Semasa hidupnya, Soekarno memang dikenal dekat dengan sejumlah ulama dari berbagai kalangan.

Puisi yang dibacakan Sukma telah menuai banyak protes lantaran dianggap menghina agama Islam. Satu kalimat dalam puisi tersebut adalah, “Suara nyanyian kidung ibu Indonesia sangatlah elok, lebih merdu dari adzanmu”.

Terkait hal ini, Sukma berdalih jika puisi yang sudah pernah dibukukan pada 2006 lalu ini ditulis sebagai refleksi dari keprihatinannya tentang wawasan kebangsaan generasi muda di tanah air.

Selain itu, ia pun berdalih dengan menyebutkan bahwa dirinya juga tergerak oleh cita-cita Bung Karno untuk semakin memahami masyarakat Islam Nusantara yang berkemajuan.

“Dalam hal ini, Islam yang bagi saya begitu agung, mulia dan indah Puisi itu juga merupakan bentuk penghormatan saya terhadap Ibu Pertiwi Indonesia yang begitu kaya dengan tradisi kebudayaan dalam susunan masyarakat Indonesia yang begitu berbhinneka namun tetap tunggal ika,” tutupnya.

 

Teuku Wildan

Artikel ini ditulis oleh: