Karyawan memotret layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Mandiri Sekuritas, Jakarta, Jumat (17/6). Pada perdagangan akhir pekan ini, IHSG ditutup menguat 0,43 persen atau 20,75 poin ke level 4.835,14. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/pras.16.

Jakarta, Aktual.com-Laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) saat ini masih minim sentimen positif. Selain dari pasar global yang masih menjadi sentimen negatif, dari dalam negeri justru belum ada tanda-tanda yang bisa sebagai katalis positif.

Untuk itu, pelaku pasar masih menanti pengaruh dari aksi demonstrasi pada Jumat, 2 Desember 2016 nanti atau aksi demo 212 yang menuntut Gubernur DKI Jakarta non aktif, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang menjadi tersangka kasus penistaan agama untuk ditahan. Sejauh ini, Ahok hanya dijadikan tersangka oleh pihak kepolisian.

“Berlarut-larutnya aksi demo telah memberikan dampak kurang bagus bagi pergerakan IHSG di pengujung tahun ini. Bahkan, jika tak diantisipasi bisa berimplikasi terhadap ekonomi dalam negeri secara umum,” jelas Chief Executive Officer Schroders, Michael T Tjoajadi, di Jakarta, Jumat (25/11).

Dia menilai, aksi demo yang berlanjut terus, sangat memengaruhi laju IHSG dan ekonomi nasional. “Apalagi jika demonya ada unsur violance (kekerasan) dampaknya akan lebih kuas lagi. Pasar masih wait and see,” cetus dia.

Selain pasar keuangan, baik pasar modal atau pun pasar uang, juga berpengaruh ke sektor properti. Kata dia, saat ini sektor properti banyak yang melakukan aksi menunggu dan menunda pengerjaan proyek terkait upaya mencari kepastian pasar pasca berlangsungnya sejumlah aksi demonstrasi.

“Aksi demonstrasi mendatang (2 Desember 2016) juga akan memberikan pengaruh besar bagi ekonomi,” tegas dia.

Sejauh ini, menurut Michael, sentimen negatif dari global yang mempengaruhi laju IHSG pada pengujung 2016 lebih dipengaruhi oleh terpilihnya Donald Trump menjadi Presiden AS.

“Fluktuasi sejumlah bursa saham, termasuk di Indonesia, terjadi sangat besar sejak pemilihan presiden Amerika itu. IHSG saja sempat langsung melemah lebih dari 100 poin,” tutur Michael.

Dia mengungkapkan, sentimen negatif Trump untuk negara-negara lain juga terjadi di pasar valuta asing maupun pasar surat utang. “Di pasar forex, bukan cuma rupiah yang melemah, hampir seluruh mata uang dunia melemah terhadap dollar AS. Politik di AS telah menjadi global impact yang negatif bagi negara lain,” katanya.

Dia berharap, kepemimpinan Trump di AS tidak memicu praktik perang dagang terkait rencana AS yang akan menaikkan tarif impor.

Selain itu, Michael berharap pemerintah Indonesia mempercepat belanja modal dan belanja barang, karena 60 persen pertumbuhan ekonomi nasional ditopang konsumsi rumah tangga dan belanja pemerintah.

*Busthomi

Artikel ini ditulis oleh: