Sekretaris Dewan Keamanan Rusia Sergey Shoigu menemui pemimpin Korea Utara Kim Jong Un di Pyongyang pada Rabu (4/6) - foto X

Moskow, Aktual.com – Perkembangan signifikan terus menerus terjadi di Rusia, menyusul serangan ”Pearl Harbour” drone kamikaze Ukraina terhadap lima pangkalan pesawat tempur Rusia, pada Minggu (1/6) lalu yang menghancurkan 41 pesawat tempur canggih Rusia.

Dua hari setelah serangan Ukraina, Presiden Belarusia Alexander Lukashenko yang merupakan sekutu terdekat Vladimir Putin langsung berkunjung ke Beijing China untuk menemui Presiden China Xi Jinping. Besoknya, Rabu (4/6), Sekretaris Dewan Keamanan Rusia Sergey Shoigu menemui pemimpin Korea Utara Kim Jong Un di Pyongyang.

Selain itu, Wakil Ketua Dewan Keamanan Federasi Rusia, Dmitry Medvedev sudah mengeluarkan pernyataan akan menghancurkan Ukraina dengan cara apa pun untuk membalas serangan itu.

Sementara itu PM Inggris Keir Starmer mengatakan kalau negaranya saat ini dalam status siap untuk berperang. Terakhir Presiden Amerika Serikat Donald Trump dihubungi Vladimir Putin yang mengatakan akan membalas serangan Ukraina tersebut.

Dilansir dari The Moscow Times, Shoigu menemui Kim Jong Un atas perintah langsung Vladimir Putin, dengan agenda pembicaraan situasi seputar Ukraina. Kunjungan Shoigu hari Rabu (4/6) adalah yang kedua bagi Shoigu ke Pyongyang dalam waktu kurang dari tiga bulan.

Rusia dan Korea Utara telah semakin dekat dalam beberapa tahun terakhir, bahkan Pyongyang mengirimkan pasukan dan senjata untuk mendukung perang Moskow melawan Ukraina. Pyongyang telah membela kerja sama militernya dengan Rusia, dengan mengatakan pada hari Senin bahwa hubungan tersebut ditujukan untuk memastikan perdamaian dan stabilitas di Eropa dan Asia.

Sekitar 600 tentara Korea Utara telah tewas dan ribuan lainnya terluka saat bertempur untuk Rusia, menurut anggota parlemen Korea Selatan Lee Seong-kweun, mengutip dinas intelijen negara tersebut.

Bahkan Rusia dan Korea Utara menandatangani kesepakatan militer yang luas tahun lalu, termasuk klausul pertahanan bersama, selama kunjungan langka Putin ke Korea Utara yang bersenjata nuklir.

Sementara itu, dilansir dari The Guardian, Donald Trump mengaku dihubungi Putin dan terlibat dalam pembicaraan selama 75 menit, pada Rabu (4/6). Namun menurut Trump pembicaraan tersebut tidak akan menghasilkan ”perdamaian langsung” di Ukraina, namun Trump justru memperingatkan bahwa Rusia akan menanggapi serangan Ukraina terhadap lima pangkalan udaranya.

”Presiden Putin mengatakan dengan sangat tegas bahwa ia akan merespons serangan terbaru (Ukraina) terhadap pangkalan udara mereka,” ujar Trump dalam pernyataannya di platform Truth Social, Rabu (4/6) malam waktu setempat.

Dari pernyataan Putin tersebut, Trump menyadari bahwa perdamaian masih sangat jauh untuk bisa dicapai. ”Kami membahas serangan terhadap pesawat Rusia yang berlabuh, oleh Ukraina, dan juga berbagai serangan lain yang telah dilakukan oleh kedua belah pihak. Itu percakapan yang baik, tapi bukan percakapan yang akan mengarah pada perdamaian segera,” tulis Trump.

Sementara dalam rapat pemerintah yang disiarkan televisi, Putin menolak usulan gencatan senjata penuh, dengan alasan bahwa hal itu hanya akan memberi waktu bagi Ukraina untuk memperkuat persenjataannya. ”Mengapa kita harus memberi mereka jeda dari pertempuran, yang hanya akan digunakan untuk menerima pasokan senjata dari Barat, memobilisasi lebih banyak tentara, dan merencanakan aksi sabotase?” ujar Putin.

Putin juga menyinggung serangan udara Ukraina dalam operasi ”Spiderweb” adalah tindakan sabotase. Termasuk insiden sabotase jembatan di wilayah Bryansk Rusia yang menyebabkan kereta tergelincir dan menewaskan tujuh orang.

Untuk diketahui, berbagai foto satelit yang dianalisis dan diterbitkan oleh Associated Press menunjukkan reruntuhan pesawat dan area hangus di pangkalan Belaya, salah satu dari empat lapangan udara yang menjadi sasaran. Dikatakan bahwa gambar-gambar tersebut menunjukkan sedikitnya tiga pesawat pembom Tu-95 dan empat pesawat pembom Tu-22M – keduanya mampu menembakkan rudal jelajah – telah hancur di landasan pacu. Pesawat lain di pangkalan tersebut tampak tidak terluka.

Sementara itu, masih di hari Rabu (4/6), Perdana Menteri Inggris Keir Starmer mengambil langkah drastis dengan mengumumkan peningkatan kesiapan militer Inggris ke level siaga perang.  Keputusan ini merupakan respons langsung terhadap ancaman yang meningkat dari Rusia, yang dinilai semakin nyata dan mengkhawatirkan.

Berbicara di fasilitas pembuatan kapal angkatan laut BAE Systems di Govan, Glasgow, Starmer memaparkan tiga perubahan fundamental yang akan diterapkan sebagai tindak lanjut dari kajian pertahanan strategis negara tersebut.

”Pertama, tujuan utama angkatan bersenjata kita adalah untuk siap berperang,” tegas Starmer dengan nada serius. ”Ketika kita diancam langsung oleh negara-negara dengan kekuatan militer canggih, cara paling efektif untuk mencegah mereka adalah dengan bersiap. Dan terus terang, untuk menunjukkan kepada mereka bahwa kita siap, untuk mewujudkan perdamaian melalui kekuatan,” lanjutnya.

”Ancaman yang kita hadapi sekarang lebih serius, lebih mendesak, dan lebih tidak terduga dibandingkan kapan pun sejak Perang Dingin,” papar Starmer.

Perubahan kedua yang ditekankan Starmer adalah memastikan bahwa segala yang kita lakukan akan menambah kekuatan NATO. Ia menegaskan bahwa aliansi NATO memiliki makna yang mendalam, bahwa Inggris tidak akan pernah bertempur sendirian, dan kebijakan pertahanan Inggris akan selalu mengutamakan NATO.

Perubahan ketiga adalah agar Inggris berinovasi dan berakselerasi dengan kecepatan masa perang untuk menghadapi ancaman saat ini dan masa depan sebagai inovator tercepat di NATO. Salah satu caranya,

Inggris akan menambah armada kapal selam bersenjata nuklir hingga 12 kapal SSN-AUKUS baru melalui kemitraan dengan Australia dan Amerika Serikat, serta menginvestasikan 15 miliar poundsterling dalam persenjataan nuklir Inggris. Selain itu, Inggris segera meningkatkan stok senjata konvensional hingga tujuh ribu senjata jarak jauh buatan dalam negeri.

(Indra Bonaparte)