Jakarta, Aktual.com – Ketua Umum Serikat Pekerja (SP) PLN, M Abrar Ali kembali menyatakan sikap tegas menolak holdingisasi PLTP jika tidak diserahkan kepada PLN sebagai holding perusahaanya. Hal tersebut telah disampaikan sebelumnya pada akhir Juli 2021 yang lalu menanggapi rencana Kementerian BUMN membentuk holding company untuk pembangkit panas bumi (PLTP) dan pembangkit listrik tenaga uap-batubara (PLTU). Setelah membentuk induk perusahaan yang terpisah, aset dan saham tersebut akan dijual melalui penawaran umum perdana (IPO).

“Kami sudah menyampaikan masukan kepada Presiden Joko Widodo. Langkah ini juga didukung oleh serikat pekerja global, sebagaimana disampaikan sekjen PSI (global) agar sektor ketenagalistrikan tidak diprivatisasi,” kata Abrar dalam konferensi pers yang digelar virtual di Jakarta, Rabu (15/9).

Kekhawatiran SP PLN tersebut dikarenakan listrik adalah amanah konstitusi dari founding father yang harus dijaga dan diwariskan ke generasi penerus. “Sehingga tarif listrik tetap terjangkau rakyat dan harganya berkeadilan. Jika pemerintah melakukan privatisasi sektor listrik khususnya PLN, maka swasta masuk akan berorientasi mencari untung sebanyak-banyaknya. Dampaknya adalah kenaikan tarif listrik bagi masyarakat Indonesia. Kenaikan tarif listrik inilah hampir dipastikan terjadi jika PLN sudah dikuasai swasta yang profit oriented,” kata Abrar.

Mendukung SP-PLN, Southeast Sub-regional Secretary Public Services International (PSI), Ian Mariano mengungkapkan bahwa rencana holdingisasi dan privatisasi PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) merupakan sebuah langkah yang bertentangan dengan konstitusi. Selain itu, privatisasi berpotensi merugikan rakyat dan pekerja PLN sendiri.

“Listrik adalah kepentingan strategis bagi negara karena berdampak pada kehidupan seluruh rakyat Indonesia. Sesuai dengan konstitusi, Pemerintah harus menjaga kepemilikan dan bekerja untuk memastikan akses universal dan transisi yang adil dan merata ke generasi rendah karbon,” kata Southeast Sub-regional Secretary Public Services International (PSI), Ian Mariano.

Berdasarkan seminar yang telah digelar beberapa kali, bakal terjadi kenaikan 53 persen tarif listrik karena privatisasi. Kenaikan tarif tersebut pada dasarnya karena swasta yang mengelola sektor listrik akan menarik keuntungan yang besar dari bisnis listrik.

Sekjen SP-PJB Dewanto menegaskan sesuai putusan judicial review di Mahkamah Konstitusi, sektor pelayanan energi listrik dan pelayanan publik seperti PLN tidak boleh diprivatisasi. Hal tersebut berkaitan dengan hajat orang banyak serta prinsip keadilan sosial.

“Sektor pelayanan publik dan energi listrik harus tetap dibawah kendali negara melalui BUMN yang langsung dikontrol DPR, mengacu pada aturan konstitusi,” tutur Dewanto.

Berdasar hal tersebut, SP-PLN menolak holdingisasi dan privatisasi bukan untuk kepentingan golongan, akan tetapi untuk kepentingan Indonesia sebagai negara hukum. “Perjuangan para Founding Father serta amanat konstitusi harus tetap dijaga dan diwariskan ke anak-cucu. PLN jangan diprivatisasi dan diserahkan ke pemilik modal yang lebih mengejar keuntungan saja,” tutupnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Eka