dari kiri : Direktur Indobarometer Mohamad Qodri, Pemerhati Masalah Korupsi Ridaya Laoude Ngkowe, Host Ichan Laulembah, Wartawan Senior Budiarto Sambazy, Direktur INDEF Enny Srihartati menjadi pembicara pada acara diskusi di Jakarta, Sabtu (19/3/2016). Diskusi ini membahas tema "Reshuffle Jadi Lagi?". FOTO: AKTUAL/JUNAIDI MAHBUB

Jakarta, Aktual.com – Kementerian Keuangan diminta untuk lebih cerdas dalam menggenjot penerimaan negara. Pasalnya, potensi penerimaan yang kurang dari target (shortfall) bisa lebih tinggi lagi mencapai hampir Rp300 triliun.

Untuk itu, pemerintah diminta untuk memulihkan dunia usaha yang saat ini masih kembang-kempis. Sehingga strateginya bukan lagi panik mengejar-ngejar penerimaan negara ke dunia usaha, justru juga harus banyak memberikan insentif agar perekonomian lebih bergerak.

“Karena selama ini pertumbuhan ekonomi tak bisa digenjot lewat peran pemerintah, seperti belanja pemerintah. Makanya saat ini dunia usaha atau swasta harus lebih digenjot. Sehingga perlu insentif,” tandas Direktur Eksekutif INDEF, Enny Srihartati di acara ‘Ngopi Baremg Seberang Istana’ di Jakarta, Kamis (23/11).

Apalagi saat ini, kata Enny, pemerintah justru panik dengan peneerimaan negara yang shortfall itu, sehingga banyak kebijakan pajak baru.

“Padahal yang penting itu bukan mengejar-ngejar, karena panik tadi. Karena saat ini semua sektor itu terus digenjot pajak. Padahal sektor swasta sudah diberatkan dengan pelenahan daya beli masyarakat ini,” kata dia.

Enny memprediksi, dengan kondisi saat ini, potensi shortfall akan mencapai hampir Rp 300 triliun. Ini yang membuat Kementerian Keuangan terutama Direktorat Jenderal Pajak (DJP) makin panik.

“Makanya saat ini banyak dunia usaha yang mengerem investasi gara-gara banyak kebijakan pajak yang tak bersahabat dengan investor,” ungkap dia.

Jadi ada beban pajak yang tinggi. “Makanya dengan ekonomi yang saat ini, mereka masih wait and see,” ujar dia.

Laporan: Busthomi

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Nebby