Hakim Tunggal, Kusno memimpin sidang Praperadilan tersangka dugaan korupsi pengadaan kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) Setya Novanto di Pengadilan Negeri, Jakarta Selatan, Kamis (7/12/2017). Sidang kali ini adalah pembacaan permohonan materi oleh pihak pemohon. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat ini sudah melimpahkan berkas Setnov ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). AKTUAL/Tino Oktaviano

Jakarta, Aktual.com – Tersangka kasus KTP Elektronik, Setya Novanto bakal menjalani sidang perdana sebagai terdakwa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat, Rabu (13/12) pekan depan.

“Persidangan (Novanto) hari Rabu, pada tanggal 13 Desember, jam 9,” ujar Humas Pengadilan Tipikor Ibnu Basuki, dikantornya, Kemayoran, Jakarta Pusat, Kamis (7/12).

Lebih lanjut dia mengungkapan, dalam persidangan Ketua DPR RI tersebut terdapat beberapa perubahan pola hakim yang akan menjadi juru adil nanti.

Menurut Ibnu, mengenai tim hakim yang mengadili Setya Novanto dibentuk setelah berkas dakwaan diterima pihak Pengadilan, pada Rabu 6 Desember, kemarin.

Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, bertindak sebagai ketua majelis hakim dan akan memimpin langsung jalannya persidangan dugaan kasus mega korupsi proyek pengadaan e-KTP tahun 2011-2012.

Hal tersebut dikarenakan, hakim yang biasa memimpin jalannya persidangan perkara e-KTP, Jhon Halasan Butar-Butar, sudah dimutasi ke Pengadilan Tinggi Pontianak.

Kendati demikian, empat hakim anggota lainnya masih dalam posisi yang sama. Empat Hakim itu adalah Franky Tambuwun, Emilia Djajasubagja, Anwar, dan Ansyori Syaifudin.

Kata Ibnu, perubahan struktur ketua majelis sidang e-KTP merupakan hak prerogatif pimpinan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. “Itu semua hak prerogatif ‎Ketua. Beliau yang mempertimbangkan,” tandasnya.

Ketua Umum Partai Golkar non-aktif itu, kembali menyandang status tersangka untuk kali kedua kasus dugaan korupsi di Kementerian Dalam Negeri, berdasarkan terbitnya surat Perintah Penyidikan (Sprindik) pada 31 Oktober 2017.

Novanto selaku anggota DPR disangka bersama-sama dengan Anang Sugiana Sudihardjo, Andi Agustinus, Irman, dan Sugiharto menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau korporasi terkait pengadaan proyek e-KTP yang merugikan keuangan negara mencapai Rp 2,3 triliun tersebut.

Atas perbuatannya, Setya Novanto dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) subsider Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

 

Fadlan Syiam Butho

Artikel ini ditulis oleh: