Jakarta, Aktual.com – Pengadilan Negeri (PN) Tanjung Pinang terpaksa menunda sidang perdana praperadilan Nguan Seng alias Henky (82) yang sedianya digelar hari ini, Senin (26/4/2021).

Hakim tunggal M. Sacral Ritonga terpaksa menunda persidangan praperadilan kakek tua renta yang diwakili oleh kuasa hukum lantaran tak ada satu pun pihak Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Tanjung Pinang selaku termohon hadir.

Kuasa hukum Henky, Herdika Sukma Negara membenarkan penundaan tersebut. Sedianya sidang hari ini beragendakan pembacaan permohonan praperadilan atas tidak sahnya penetapan tersangka Nguan Seng oleh Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Tanjung Pinang. Sidang sempat dibuka oleh hakim, namun akhirnya terpaksa ditunda lantaran pihak termohon tak kunjung hadir.

“Benar sidang perdana permohonan praperadilan kami ditunda satu minggu kedepan karena pihak termohon tidak hadir walaupun telah dipanggil secara patut dan sah,” ujar Herdika dalam keterangannya kepada wartawan.

Dalam permohonannya, Nguan Seng selaku pemohon didampangi kuasa hukumnya
Law Office Herdika Sukma Negara & Partners mengajukan permohonan Praperadilan mengenai tidak sahnya penetapan tersangka terhadap diri pemohon berdasarkan Surat Ketetapan Tersangka Nomor S.Tap/15.a/II/2021/Reskrim tertanggal 20 Februari 2021 dan Surat Kepolisian Resort Tanjung Pinang Nomor B/15.b/II/RES.1.11/2021/Reskrim pada tanggal 20 Februari 2021 Perihal Pemberitahuan Penetapan Tersangka, yang teregister dengan nomor perkara : 02/Pid.Pra/2021/PN.TPG

Pihak pemohon kecewa atas ketidakhadiran pihak termohon. Pasalnya, kubu pemohon telah mempersiapkan segala sesuatu untuk sidang perdana ini. Selain itu, ketidakhadiran pihak termohon seakan sangat tidak menghargai marwah lembaga peradilan.

“Sangat menyayangkan sekali atas sikap dari KaSatreskrim Polres Tanjung Pinang yang sangat tidak menghargai marwah badan peradilan dinegara kita, apa lagi sebelumnya di media kasatreskrim sudah sangat kencang mengatakan akan hadir di sidang praperadilan” tegas Herdika.

Kubu Henky berharap pihak termohon hadir dalam sidang yang diagendakan pekan depan. “Kami berharap pihak termohon hadir pada sidang pekan depan. Mengingat ini penting untuk klien kami agar publik mengetahui bahwa penetapan tersangka klien kami tidak sah apalagi per tanggal 22 April 2021 klien kami yang berumur 82 tahun yang juga penglihatannya kurang tersebut harus dilakukan upaya penahanan di Polres Tanjung Pinang dengan alasan yang sangat mengada-ngada bahwa klien kami tidak kooperatif dalam proses penyidikan padahal wajib lapor tiap hari yang dibebankan kepada klien kami tanpa adanya surat penahanan sekalipun klien kami tetap mengikuti perintah dari Satreskrim Polres Tanjung Pinang untuk wajib lapor tiap hari ke polres tanjungpinang.” ujar

Ketidakhadiran pihak termohon berbanding terbalik dengan pernyataan Kepala Satreskrim Polres Tanjungpinang AKP Rio Reza Parindra kepada media beberapa waktu lalu. Dimana Rio tidak mempermasalahkan praperadilan tersebut. Bahkan, kata Rio, pihaknya siap menghadapi gugatan praperadilan tersebut.

“Tidak masalah. Kita siap menghadapi praperadilan itu,” ucap Kepala Satreskrim Polres Tanjungpinang AKP Rio Reza Parindra.

Diketahui, Nguan Seng mengajukan praperadilan setelah dilaporkan Laurence M. Takke terkait dengan adanya dugaan tindak pidana penipuan dan/atau tindak pidana penggelapan sebagaimana yang diatur dalam ketentuan Pasal 378 KUHPidana dan/atau Pasal 372 KUHPidana berdasarkan Laporan Polisi Polres Tanjung Pinang Nomor B/129/VIII/2019/KEPRI/SPK-Res Tpi. Laporan itu terkait proses jual beli bidang tanah milik pemohon yang terletak di Desa Gunung Kijang, Kecamatan Gunung Kijang, Bintan dengan total seluas sembilan hektar (9 ha).

Persoalan hukum yang merundung Henky disebut imbas dari jual beli lahan seluas
seluas 9 Ha kepada Laurence M. Takke. Proses jual beli atas bidang tanah tersebut disepakati untuk dibagi menjadi dua, yaitu pertama kali proses jual beli tanah seluas 3 Ha dan yang kedua adalah proses kedau 6 Ha.

Pada proses jual beli pertama antara pemohon dengan Laurence M. Takke atas tanah seluas 3 Ha telah dilakukan secara sah dengan dibuktikan adanya Akta Pengoperan dan Pelepasan Hak Nomor 23 dan Akta Pengoperan Dan Pelepasan Hak Nomor 24 tertanggal 29 Mei 2019 yang dibuat dan dikeluarkan oleh Notaris Kota Tanjungpinang Robbi Purba dan juga telah dilakukan pemeriksaan bahwa bidang tanah tersebut telah terdaftar (teregister) dan tercatat. Telah adanya pembayaran uang pembelian sebesar Rp 6.750.000.000,- secara sukarela dan sah oleh Laurence M. Takke kepada pemohon.

Bahwa selanjutnya, dalam proses jual beli yang kedua untuk bidang tanah milik pemohon seluas 6 Ha, maka telah dibuat Legalisasi Kesepakatan Bersama antara pemohon dengan Laurence M. Takke Nomor 08/Leg/Not.RP/V/2019 tertanggal 29 Mei 2019 yang pada pokoknya menjelaskan bahwa Laurence M. Takke sebagai Pihak Kedua/Pihak Pembeli sepakat dan sudah mengetahui bahwa surat atas bidang tanah tersebut masih dalam proses penyelesaian masalah.

Pemohon berjanji akan menyelesaikan masalah surat tanah tersebut dengan tepat waktu (vide Pasal 2 Kesepakatan Bersama Nomor 08/Leg/Not.RP/V/2019 tertanggal 29 Mei 2019).

Belakangan, Laurence M. Takke malah melaporkan Henky atas dugaan penipuan. Padahal, persoalan itu diklaim murni keperdataan terkait jual beli lahan.

Tim kuasa hukum menduga terjadi sejumlah kejanggalan dan dugaan penyalahgunaan kewenangan terkait kasus yang merundung kliennya. Termasuk saat melakukan penjemputan paksa. Atas dugaan itu, tim kuasa hukum telah melaporkannya ke Divisi Profesi dan Pengamanan Kepolisian Negara Republik Indonesia. (FSB)

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Tino Oktaviano