Semarang, Aktual.co — Dua saksi dari perusahaan media besar di Solo kembali dihadirkan menjadi saksi dalam sidang mantan Bupati Karanganyar, Rina Iriani SR di kasus dugaan penyelewengan pembangunan perumahan subsidi Griya Lawu Asri (GLA) senilai Rp11,8 miliar.

Kedua saksi tersebut adalah Direktur Utama PT Trans Abadi (TATV), Budianto dan Niko, selaku kolektor (juru tagih) iklan Solo Pos.

Saksi dicecar hakim untuk memberi gambaran mengenai seputar sumber aliran dana terdakwa yang digunakan untuk pemasangan iklan saat mencalonkan pada Pilkada Karanganyar periode 2008-2013.

Dihadapan Ketua Majelis Hakim Ketua Dwiarso Budi, Budianto menyebutkan dalam perjanjian itu ada penayangan iklan sosialisasi calon tertentu sebanyak 129 spot kali penayangan. Rata-rata dalam satu hari menayangkan iklan sebanyak 4 kali dengan durasi waktu 40 detik.

“Pemasang iklan penayangan selama 30 hari itu semestinya dalam perjanjian sebanyak 120 kali. Namun penanyangan ditambah bonus 9 kali. Jadi penayangan iklan dalam yang diputar sebanyak 129 kali, baik berupa spot maupun flash,” terang dia.

Ia mengatakan pembayaran iklan sosialisasi Pilkada terdakwa sebesar Rp69 juta. Perjanjian antara keduanya dibuat dalam perjanjian MoU. Adapan pembayarakan dilakukan secara tunai maupun berbentuk cek.

“Tanggal 27 September 2008 dibayarkan Rp30 juta. Kemudian dibayarkan lagi tanggal 13 Oktober Rp20 juta dan terakhir sisanya dibayarkan lagi tanggal 24 Oktober,” ujarnya.

Dalam perjanjian itu, bukti-bukti klien sebagai pengguna jasa dibuatkan akta perjanjian MoU. Mengenai format penanyangan berupa video dan satu sleet gambar, dirinya tidak mengetahui.

“Saya hanya menandatangani media order saja. Adapun pembayaran dan sebagainya saya tidak tahu. Yang tahu bagian keuangan karena berhubungan langsung,” ujar dia.

Dia mengaku tidak mengetahui bentuk penayangan iklan, dan sekedar menandatangani media order iklan. Adapun tanda bukti berupa kuitansi maupun mekanisme pembayaran yang melalui transfer langsung ke pihak keuangan.

“Siapa yang transfer saya tidak tahu, karena mekanisme pembayaran langsung pada keuangan. Saya tahu itu setelah ditayangkan bentuk iklannya,” terang dia.

Sementara, majelis hakim lain juga menghadirkan kolektor Solo Pos, salah satu media cetak yang memasang iklan senilai Rp80 juta. “Yang ngasih siapa saya lupa. Penagihannya selama dua kali. Pertama, Rp46 juta dan kedua Rp36 juta.  Pembayaran ada yang berupa berupa cek,” terang Niko.

Menanggapi ha itu, terdakwa Rina Iriani membantah tidak berhubungan langsung terkait pembayaran iklan, meski dirinya mencalonkan kembali pada Pilkada saat itu. “Yang mulia saya tidak berhubungan soal itu,” timpal dia.

Artikel ini ditulis oleh: