Bareskrim Polri berpandangan kasus dugaan korupsi dan pencucian pengadaan Mobile Crane telah menyalahi aturan sejak awal. Proses pengadaan dinilai bukan atas permintaan user yakni pelabuhan-pelabuhan itu sendiri.

Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri Brigjen Victor Edison Simanjuntak mengaku pihaknya telah menyita sejumlah dokumen terkait proses pengadaan mobile crane tersebut saat penggeledahan di kantor Pelindo, Jumat (28/8) lalu.

“Kita sudah geledah, kemudian kita sudah sita banyak dokumen sebagai barang bukti. Sebelum tindakan, kita periksa tujuh saksi, sudah sita banyak dokumen juga sebelum kemarin itu,” kata Victor di Mabes Polri, Jakarta, Senin (31/8).

Menurut dia, yang paling penting dalam pelaksanaan pengadaan barang tersebut seharusnya disesuaikan dengan kebutuhan pelabunan-pelabuhan.

“Yaitu pelabuhan di bengkulu, Jambi, palembang, Teluk Bayur, Cirebon, Banten, Panjang dan Pontianak, mestinya mereka yang mengajukan. Tapi kemudian itu dibuat sendiri dari pusat, Pelindo II,” jelas Victor.

Selain itu, lanjut dia, hal yang paling janggal adalah penandatangan (pengadaan mobile crane) itu bukan general manager (GM) masing-masing pelabuhan, melainkan hanya ditandatangani manajer tekniknya.

“Jadi sebenarnya dari sisi itu pun sudah salah,” tukas Victor.

Bahkan, menurutnya Mobile crane dengan spek tahun 2013 yang dibeli menggunakan harga dollar itu juga dianggap masih terlalu mahal.

“Kemudian spek yang ada sekarang ini yang dibeli tahun 2013. Itu kalau kita beli sekarang dengan harga dollar sekarang pun masih terlalu jauh mahal, padahal belinya sekarang ini,” ujarnya.

Sebelumnya, Bareskrim Polri menyakini bahwa potensi tersangka dalam kasus ini bisa lebih dari satu orang. Victor mengatakan surat pemanggilan terhadap sejumlah saksi dalam kasus ini akan dilayangkan. Untuk Direktur Utama Pelindo II RJ Lino, kata Victor akan menjalani pemeriksaan di akhir, setelah penyidik memintai keterangan saksi lain di level bawahnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Nebby