Kedatangan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok ke KPK untuk diperiksa penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi, terkait kasus suap pembahasan dua raperda reklamasi pantai utara Jakarta.

Jakarta, Aktual.com — Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mengaku telah menyerahkan bukti video kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam pemeriksaan Selasa (10/5) kemarin.

Bukti video yang diserahkan ke KPK tersebut berisi rekaman proses penentuan besaran kontribusi tambahan terhadap pengembang reklamasi. Di dalam video itu, ditetapkan kontribusi sebesar 15 persen dari Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) lahan.

“Yang kami serahkan ke KPK kemarin itu adalah bukti video youtube. Jadi, KPK sudah menonton, melihat bagaimana proses penentuan 15 persen itu, dan itu bukan kami yang menentukan,” kata Ahok di Balai Kota, Jakarta Pusat, Rabu (11/5).

Menurut dia, penetapan besaran 15 persen kontribusi tersebut merupakan usulan dari konsultan. Pihak konsultan, sambung dia, telah menghitung besaran kontribusi yang dirasa cocok.

“Dalam penetapan besaran kontribusi itu, ada konsultan yang sudah menghitung-hitung. Kemarin, KPK mau cross check saja, ingin tahu bagaimana dasar penetapan kontribusi itu,” ujar Ahok.

Lebih lanjut, dalam pemeriksaan di KPK kemarin, mantan Bupati Belitung Timur itu juga mengaku telah memberikan penjelasan mengenai asal mula penetapan besaran kontribusi tersebut.

“Kemarin, saya sempat ditanya sama KPK, kenapa dalam pembahasan itu tidak melibatkan pihak swasta. Saya jawab, karena saat itu pihak swasta masih menolak untuk melakukan pembahasan bersama,” tutur Ahok.

Sementara itu, terkait bukti video rekaman yang telah diserahkan kepada KPK, dia mengaku sangat beruntung karena setiap pertemuan yang berlangsung, selalu direkam dan diunggah ke youtube.

“Kami beruntung karena setiap rapat selalu ada videonya dan bisa dilihat juga di youtube. Jadi, kami punya bukti konkrit dalam setiap proses pengambilan keputusan. Bahkan video itu diunggah ke youtube supaya masyarakat bisa lihat,” ungkap Ahok.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Andy Abdul Hamid