Jakarta, Aktual.com – Bank Indonesia (BI) membeli Surat Berharga Negara (SBN) senilai hampir Rp195 triliun, termasuk melakukan intervensi di pasar spot dan Domestik Non-Deliverable Forward (DNDF) untuk menstabilkan nilai tukar rupiah.

“Ini yang kami terus lakukan menjaga confident di pasar serta memastikan bekerjanya mekanisme pasar dan menjaga kecukupan likuiditas baik rupiah maupun valas,” kata Gubernur BI Perry Warjiyo ketika memaparkan hasil Rapat Dewan Gubernur BI melalui konferensi video di Jakarta, Kamis (19/3).

Selain menginjeksi likuiditas ke pasar uang dan perbankan dengan membeli SBN itu, lanjut dia, Bank Indonesia juga melakukan repo dengan agunan surat berharga negara (SBN) dengan nominal sekitar Rp53 triliun.

Bank sentral itu, kata Perry Warjiyo, juga sudah menurunkan Giro Wajib Minimum (GWM) sebesar Rp51 triliun dan pihaknya akan menambah Rp23 triliun per 1 April 2020.

“Likuiditas valas kami kendorkan yaitu dengan penurunan GWM valas menjadi empat persen atau 3,2 miliar (dolar AS),” katanya.

Dalam kesempatan itu, Perry Warjiyo juga memastikan penentuan nilai tukar di pasar baik melalui broker dan antarbank dilakukan dengan convergence.

“Kami pastikan dari pagi sampai sore Bank Indonesia selalu ada di pasar. Itulah langkah yang kami lakukan menjaga confident, mekanisme pasar, dan juga kecukupan likuiditas agar dalam situasi sangat sulit itu terus dijaga,” katanya.

Bank Indonesia, lanjut Perry Warjiyo, tidak hanya memiliki instrumen dalam menentukan suku bunga acuan, tetapi juga melakukan intervensi tersebut untuk menstabilkan nilai tukar rupiah.

Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia yang dilakukan 18-19 Maret 2020 memutuskan untuk menurunkan suku bunga acuan BI 7 Day Reverse Repo Rate sebesar 25 basis poin menjadi 4,5 persen.

Sementara itu, nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Kamis sore melemah mendekati Rp16.000 per dolar AS

Rupiah ditutup melemah 690 poin atau 4,53 persen menjadi Rp15.913 per dolar AS dari sebelumnya Rp15.223 per dolar AS.