Program Indonesia Terang (PIT) memerlukan upaya khusus dalam upaya mempercepat pengembangannya. PIT ingin meningkatkan rasio pelayanan elektrifikasi nasional dari 85 persen pada tahun 2015 menjadi 97 persen pada 2019. Namun PIT perlu mempertimbangkan rasio elektrifikasi yang masih sangat rendah di desa-desa tertinggal, yakni belum mencapai 40 persen.

Demikian diungkapkan Dr. Suprayoga Hadi, Dirjen Pengembangan Daerah Tertentu, dari Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, di Jakarta, Senin (14/3). Hal itu dijelaskan Suprayoga sesudah pertemuan soft kick-off PIT pada Selasa (8/3), yang dihadiri oleh Menteri ESDM, Menteri Desa PDTT, Wakil Menteri Keuangan, serta pejabat dari Kementerian PPN/Bappenas dan PLN.

Menurut Suprayoga, pengembangan PIT memerlukan dukungan Pemerintah Pusat beserta Pemerintah Daerah, serta keterlibatan PLN, dalam penyediaan layanan listrik dengan memanfaatkan potensi energi baru dan terbarukan di daerah dan desa-desa tertinggal.

Selama ini, di tingkat daerah juga telah dikembangkan beberapa inisiatif lokal dalam peningkatan pelayanan dan rasio elektrifikasi, yang didukung melalui beberapa skim pendanaan dari sumber dana transfer daerah. Seperti: DAK Energi Listrik di Provinsi, dan memberikan “earmarked” Dana Bagi Hasil, yang diarahkan ke pemenuhan kebutuhan energi listrik di daerah.

Pada tingkat desa, melalui Dana Desa yang dialokasikan ke desa-desa, juga membuka peluang lebih besar untuk dimanfaatkan, dalam rangka pembangunan infrastruktur energi di tingkat desa. “Ditambah dengan rencana mobilisasi Dana Ketahanan Energi, yang dapat dimanfaatkan secara optimal dalam memenuhi rasio elektrifikasi pada daerah dan desa-desa, yang relatif masih rendah,” ujar Suprayoga.

Ditambahkan oleh Suprayoga, dalam memenuhi kebutuhan elektrifikasi di tingkat desa, khususnya di daerah tertinggal, juga perlu diperhatikan lemahnya kapasitas dalam pengoperasian dan pemeliharaan sarana prasarana elektrifikasi. Hal ini terkait dengan keberlanjutan pelayanan yang tersedia di tingkat masyarakat pemanfaat, yang belum dapat menerima pelayanan yang maksimal.

“Juga jangka waktu pelayanan yang relatif masih terbatas, karena terbatasnya cakupan dan kualitas pelayanan kelistrikan pada desa-desa tertinggal. Hal itu diperparah dengan kendala dan kesulitan geografis, serta sistem pengawasan dan pengendalian yang belum optimal,” lanjut Suprayoga.

Itulah sebabnya, kata Suprayoga, dalam mempersiapkan tahapan lebih lanjut pada pelaksanaan PIT, diperlukan konsolidasi dan koordinasi secara lintas kementerian/lembaga, untuk melakukan kunjungan lapangan. Tujuannya adalah untuk mengumpulkan data dan informasi dari daerah, termasuk menjaring aspirasi dari tingkat daerah dan masyarakat, guna menjadi masukan bagi penyusunan rencana aksi PIT dalam kurun waktu 2016-2019. ***

Artikel ini ditulis oleh: