Jakarta, Aktual.com — Maraknya televisi saat ini yang menayangkan siaran yang ‘kebanci-bancian’ atau tontonan seronok cukup membuat masyarakat resah, apa lagi saat ini ditambah lagi dengan fenomena LGBT. Terutama kaum ibu, mereka khawatir dengan tontonan yang dilihat anak-anak mereka sebagian merupakan tontonan yang tak sehat.

Atas keresahan tersebut, puluhan masyarakat yang tergabung dalam Gerakan Indonesia Beradab (GIB), pada Selasa (01/03) kemarin, dalam audiensi di Kantor Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Jakarta memberikan dukungan atas keluarnya surat edaran tentang penyiaran atau penayangan program di televisi.

Surat Edaran yang di keluarkan oleh KPI dengan Nomor 203/K/KPI/02/16 yang ditujukan kepada Seluruh Direktur Utama Lembaga Penyiaran tertanggal 23 Februari, berisikan larangan pada stasiun televisi untuk menayangkan pria yang berperilaku serta berpakaian seperti wanita.

Lebih lanjut melalui surat tersebut, KPI mengingatkan kepada seluruh Lembaga Penyiaran agar tidak menampilkan pria sebagai pembawa acara (host), talent, maupun pengisi acara lainnya (baik pemeran utama maupun pendukung, red) dengan tampilan sebagai berikut:
1. Gaya berpakaian kewanitaan
2. Riasan (make up) kewanitaan
3. Bahasa tubuh kewanitaan, (termasuk namun tidak terbatas pada gaya berjalan, gaya duduk, gerakan tangan, maupun perilaku lainnya)
4.Gaya bicara kewanitaan
5. Menampilkan pembenaran atau promosi seorang pria untuk berperilaku kewanitaan
6. Menampilkan sapaan terhadap pria dengan sebutan yang seharusnya diperuntukkan bagi wanita
7.Menampilkan istilah dan ungkapan khas yang sering dipergunakan kalangan pria kewanitaan.

Gerakan Indonesia Beradab yang di dalamnya termasuk Pusat Bantuan Hukum (PBH) Dompet Dhuafa, sangat mendukung terbitnya surat edaran dari KPI tersebut. Surat edaran tersebut dinilai sebagai langkah penegakan norma kesopanan dan kesusilaan yang berlaku dalam masyarakat yang selama ini telah dilanggar dalam praktek penyiaran di Indonesia.

Dengan adanya kebijakan ini, secara langsung atau tidak, merupakan sebuah tindakan perlindungan terhadap anak-anak dan remaja Indonesia. Sebagai generasi penerus bangsa, mereka berhak atas tayangan penyiaran yang mendidik dalam segala bentuk apapun, baik berupa berita, kegiatan, hiburan atau pengetahuan. Mengingat pula salah satu tujuan penyiaran yaitu, sebagai alat pembentuk karakter bangsa, bukan sebaliknya.

“Kami dari Dompet Dhuafa kerap menemani anak-anak miskin di Indonesia. Tentu tahu, televisi menjadi hiburan satu-satunya anak-anak miskin di Indonesia. Kini mereka nyaris terenggut masa depannya karena upaya-upaya legitimasi siaran televisi yang menyimpang. Sehingga kita yang di sini, terlebih KPI dapat mengawal siaran televisi dengan baik. Dengan adanya tayangan atau siaran televisi yang baik, itu sudah sangat besar perannya dalam menciptakan masa depan anak-anak di Indonesia,” ungkap Bambang Suherman, perwakilan dari PBH Dompet Dhuafa, kepada Aktual.com.

Ternyata semua perwakilan dalam audiensi tersebut memiliki keresahan yang sama, yaitu tentang masa depan generasi muda bangsa atas tayangan yang tidak sehat dan kurang beradab di layar televisi. Seperti halnya yang diungkapkan oleh salah satu aktivis pemerhati anak, Elly Risman pada kesempatan tersebut.

“Kami semua bergabung di sini melakukannya karena Allah SWT, karena kami cinta Indonesia dan cinta akan keluarga. Maka kami memberikan dukungan penuh untuk KPI terus mengemban amanah sebagai kontrol penyiaran di Indonesia.”

Menanggapi pernyataan dari perwakilan GIB, Wakil Ketua KPI, Idy Muzayyad menegaskan, salah satu dasar kebijakan KPI terkait dengan pelarangan perilaku kebanci-bancian adalah untuk melindungi generasi muda, khususnya anak-anak dan remaja.

Idy pun menjelaskan bahwa selama ini pihaknya mendapatkan pertanyaan dari pihak yang tidak setuju dengan KPI atas pelarangan dan surat edaran tersebut. Namun, kebijakan-kebijakan KPI lahir juga atas dasar pengaduan dan masukan publik, serta keresahan para orang tua.

“Kemudian ada yang bertanya ‘publik yang mana?’, ada juga yang bertanya ‘aduan dari orang tua yang mana?’,” ungkap Idy.

“Tetapi, kehadiran atau kedatangan Gerakan Indonesia Beradab, dapat sekaligus menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. Bahwa benar kami tidak melakukan manipulasi, bahwasannya mayoritas memberikan masukan kepada KPI dan orang tua yang resah, serta gelisah terhadap penayangan yang mendorong pada perilaku seksual yang menyimpang itu,” tambah Idy.

Artikel ini ditulis oleh: