Bulan Muharram adalah bulan Haram (mulya) ketiga sesuai urutan; Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram kemudian bulan haram keempat adalah Rajab. Para ulama menamakannya dengan “Rajab al-Fard” Karena dia sendirian (Tidak bersama bulan haram yang lain di dalam urutannya).

Rasulullah Saw. sangat memulaikan bulan Muharram sehingga ada beberapa riwayat yang menyatakan bahwa beliau banyak berpuasa di bulan itu.

Ketika Rasulullah memasuki Madinah kaum Yahudi melakukan evaluasi kalender, mereka memiliki bulan yang namanya “Tisyri” yang mana pada tanggal 10 di bulan itu Allah menolong dan menyelamatkan Nabi Musa dari Fir’aun.

Ketika itulah Nabi mendapati kaum Yahudi berpuasa pada hari itu. Nabi bertanya, “Apa yang terjadi?” Mereka menjawab, “Di Hari itu Allah telah menyelamatkan Musa” Maka Nabi pun melanjutkan, “Kita lebih berhak untuk -merayakan keselamatan- Musa dari pada mereka” Kemudian Nabi berpuasa dan memerintahkan Para sahabat untuk berpuasa.

Sedangkan Puasa Asyura adalah suatu kewajiban bagi seorang muslim sebelum Allah Swt. menurunkan perintah Puasa di bulan Ramadhan, “(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil)..” Sampai pada firman-Nya, ” Karena itu, barang siapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu..” Maka jadilah ayat tersebut Nasikh (Penghapus/pengganti hukum sebelumnya), Dan Puasa Asyura tetap disyariatkan (tapi) sebagai puasa sunah sampai hari kiamat.

Bahkan Nabi bersabda, “Jika aku masih hidup sampai tahun depan aku pasti berpuasa Tasyua'(Hari 9 Muharram) dan Asyura’ (Hari 10 Muharram) tapi Nabi sudah terlebih dulu dipanggil oleh Yang Maha Kuasa, maka jadilah Hari Tasyua’ sebagai sunah yang diharapkan bagi kita untuk berpuasa bersama Asyura’.

Beliau juga bersabda, “Barangsiapa melapangkan sanak kerabat/orang yang membutuhkan.. ” diriwayat lain ” melapangkan Keluarganya..”, “.. Allah lapangkan baginya sisa tahun itu” HR. al-Thabrani, Dan disahihkan oleh Syekh Ahmad bin al-Shiddiq dan al-Iraqi.

Ibnu Mubarak juga menyebutkan dalam sanad hadis, “aku telah mencoba mengamalkannya selama 60 tahun dan ternyata benar” maksudnya, dia (Ibnu Mubarak) telah mengamalkannya (melapangkan/memberikan kemudahan keluarga dll.) dalam waktu yang lama, sehingga dia dapat merasakan kapan Allah memberikan kelapangan dan kesempitan.

Dan Alhamdulillah, Kami juga telah mengamalkannya selama 30 Tahun dan ternyata memang benar. kami tidak pernah berhenti mengamalkannya, kami melapangkan para sanak kerabat dalam hal rizki, Allah pasti akan melapangkan rizki kita sepanjang tahun.

Namun datanglah para Nabitah (Radikalisme) mereka berkata, “Diriwayatkan al-Thabrani dalam kitab ‘al-kabir’ dan disanadnya ada yang doif”. Abdullah bin al-Mubarak menjawab statemen tersebut, ” Kami telah melakukannya dan kenyataannya memang benar.” Bahkan lebih dari itu Hadis ini telah disahihkan oleh al-Imam Hafidz al-Dunya al-Iraqi, Syekh al-Hafidz Ibnu Hajar dan disahihkan oleh Ulama masa kita, Syekh Ahmad bin al-Shiddiq dalam kitabnya《Hidayatu al-Sughro fi al-tashihi hadisi al-tausiati ala al-iyali lailata Asyuro’》.

Sedang masyarakat Mesir sendiri dengan perasaannya yang lembut dan dengan pengalaman spiritualnya bersama Allah Swt. membuat halawah (manisan) dan mereka memberi ia nama “Asyuro”.

Mereka lakukan di Malam Asyuro untuk kemudian mereka saling hadiahkan antara sesama tetangga. Dan semua kebahagiaan ini disebabkan karena mereka berbahagia dengan keselamatan Nabi Musa dan dengan Nabi Muhammad Saw. Mereka telah mengajarkan nilai berharga terhadap kaum muslimin.

Saya hanya heran, dengan kebudayaan (golongan keras) yang kemudian muncul dan tersebar yang mendeskripsikan segala sesuatu dengan haram, keras dan bid’ah. Ini sebuah budaya yang tidak benar yang tidak ada hubungannya dengan agama ataupun dunia.

Rasulullah Saw. telah datang dengan membawa al-Qur’an dan apa yang kita pelajari pertama kali dalam al-Qur’an adalah kasih sayang, “Dengan menyebut nama Allah yang maha PENGASIH dan PENYAYANG” dan mensifati nabi-Nya, “Dan tidaklah kami mengutusmu (Muhammad) kecuali sebagai rahmat (Kasih sayang) terhadap seluruh alam”.

Sedang mereka mengubah sunah Rasulullah dengan tindakan yang mengherankan dan aneh; Kekerasan, cercaan, perdebatan, pertentangan, membenci kehidupan dengan seruan kezuhudan, menjadi seorang yang Zuhud pada dunia, padahal yang dimaksud Zuhud sendiri hanya berlaku pada sesuatu yang telah dimiliki, mereka tidak memiliki apapun dan mengaku Zuhud maka inilah Zuhud yang dusta.

Tentang Hari ini (Asyura), ada juga yang menyebutnya sebagai hari kesedihan, karena mereka mengaitkan hari itu dengan hari Syahidnya Pemimpin pemuda ahli surga, Sayyidina Husain ra. Dan ini tidak ada hubungannya dengan adanya perayaan keselamatan Nabi Musa ataupun sunah Rasulullah Saw.

Hal terpenting yang terjadi pada hari Asyuro adalah memperingati keselamatan Nabi Musa. Dan perayaan yang dilakukan sebagian besar kalangan orang-orang Islam (khususnya) dan Ahlu al-kitab juga kaum Yahudi secara umum.

(Disini) kita tidak sama dengan mereka yang menginginkan sesuatu yang terselubung (meratap). Meski dengan penuh keyakinan bahwa kami sangat mengagungkan, menghormati dan mencintai Sayyidina Husain ra. Baik dari segi kedudukan ataupun nasab nya. Serta hubungan erat yang jelas terlihat yang tidak ada bandingnya. Tapi kita juga menolak untuk kemudian meninggalkan salah satu sunah Sayyidina Rasulullah Saw. baik itu berupa puasa, perayaan, bahkan melapangkan orang lain.

Tausiyah Maulana Syeikh Ali Jum’ah

Ditulis oleh: Abdullah Alyusriy (Antoni)

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Arbie Marwan