Syekh Yusri menambahkan, bahwa ini adalah perumpamaan orang alim dan orang jahil. Orang yang alim diibaratkan seperti mereka yang berada di atas kapal, sehingga memiliki pandangan yang lebih luas, sebagaimana orang alim memiliki keluasan ilmu serta mengetahui dalam menerapkan hukum dan mengamalkannya.

Adapun orang jahil diibaratkan seperti mereka yang berada dibawah kapal, yang tidak melihat apa yang terjadi diluar kapal sana, begitu juga dengan mereka, dengan segala kekurangan ilmunya. Pada lanjutan hadits ini dikatakan

“فَكَانَ الَّذِينَ فِى أَسْفَلِهَا إِذَا اسْتَقَوْا مِنَ الْمَاءِ مَرُّوا عَلَى مَنْ فَوْقَهُمْ فَقَالُوا لَوْ أَنَّا خَرَقْنَا فِى نَصِيبِنَا خَرْقًا وَلَمْ نُؤْذِ مَنْ فَوْقَنَا فَإِنْ يَتْرُكُوهُمْ وَمَا أَرَادُوا هَلَكُوا جَمِيعًا وَإِنْ أَخَذُوا عَلَى أَيْدِيهِمْ نَجَوْا وَنَجَوْا جَمِيعًا”

Artinya: “Maka orang-orang yang berada di bagian bawah kapal ketika menghendaki air, maka mereka harus naik kepada orang yang berada di bagian atasnya, lalu mereka berkata : “ bagaimana kalau kita buat lubang saja di bagian kita ini sehingga kita tidak mengganggu orang di atas kita “. Maka jikalau orang yang berada di atas kapal membiarkan keinginan mereka untuk melubanginya, maka semuanya akan tenggelam. Akan tetapi jikalau mereka mengulurkan tangan kepada orang yang di bawahnya, maka mereka semua akanlah selamat “(HR. Bukhari).

Ketika mereka yang berada di bagian bawah kapal menghendaki untuk mengambil air, maka hendaknya naik ke bagian atas untuk mengambilnya. Sebagaimana orang jahil yang tidak mengetahui sebuah hukum, maka hendaknya bertanya kepada para ulama.

Akan tetapi dengan kejahilannya itu, mereka berkata, sudahlah kita tidak usah naik ke atas untuk mengambil nya, sepertinya kita akan lebih mudah ketika membuat lubang dari bawah kapal ini dan mengambilnya langsung.

Artikel ini ditulis oleh:

Andy Abdul Hamid