Bukanlah khairiyyah disini karena sekedar harta, nasab, atau urusan dunia. Sebagaimana bapak dan ibu Nabi SAW hingga Nabi Adam AS adalah ahli tauhid, begitu pula mereka adalah orang-orang yang selalu menjaga harga diri mereka dari hal-hal yang bisa merusaknya. Nabi SAW bersabda:
“خَرَجْتُ مِنْ نِكَاحٍ وَلَمْ أَخْرُجْ مِنْ سِفَاحٍ مِنْ لَدُنْ آدَمَ إِلَى أَنْ وَلَدَنِي أَبِيْ.”
Artinya:“Saya dilahirkan dari hasil pernikahan dan tidaklah dilahirkan dari perzinaan, mulai dari Nabi Adam AS hingga ayah dan ibu melahirkanku “ (HR.Thabrani ).
Allah juga berfirman:
“وَتَقَلُّبَكَ فِي السَّاجِدِينَ”
Artinya:“Dan bolak-baliknya engkau wahai Muhammad pada orang-orang yang bersujud” (QS. Ash Shua’ra:219).
Ini adalah merupakan dalil yang sangat jelas tentang bapak dan kakek Nabi SAW. Lantas bagaimana memahami hadis yang mengatakan bahwasanya Allah melarang Nabi ketika beristighfar meminta ampun untuk Ibunya ?.
Syekh Yusri hafidzahullah menjawab bahwasanya larangan ini karena memang tidak diperlukan. Hal ini dikarenakan Ibu Nabi adalah termasuk ahli fatroh ( masa kekosongan umat dari Rasul Allah), yang dimana Ulama berijma’ mengatakan bahwa mereka ahli fatrah adalah orang-orang yang selamat. Allah berfirman:
“وَمَا كُنَّا مُعَذِّبِينَ حَتَّى نَبْعَثَ رَسُولا “
Artinya: “Dan tidaklah kita akan menyiksa hingga kita kirimkan seorang utusan (kepada mereka)”(QS. Al Isra’:15).
Artikel ini ditulis oleh:
Andy Abdul Hamid