Lalu baginda pun mengusapkan tangan mulianya kepada As Sa’ib lalu mendoakan dan memberikan obat yang berupa air bekas wudhunya tersebut. Berobat adalah merupakan ainul ‘ubudiyyah (penghambaan diri kepada Allah), yaitu mengambil sabab (usaha).

Karena sesungguhnya kita di dunia ini adalah berada di alam hikmah, yaitu alam sabab musabbab dimana Allah menjadikan sesuatu melalui perantara sesuatu yang lain. Seperti halnya orang sakit, maka Allah memberikan kesembuhan dengan berobat, orang ketika lapar, maka Allah menghilangkannya dengan makanan.

Dimana Allah menjadikan semua ini sebagai bentuk kehambaan kita kepadanya, yaitu mengambil sabab secara dzahir dan berpasrah diri secara batin, tanpa mengandalkan serta meyakini sabab tersebutlah yang memberikan kesembuhan ataupun rasa kenyang, akan tetapi secara hakekatnya adalah Allah Ta’ala.

Syekh Yusri menambahkan, bahwa bagian kepala As Sa’ib yang tersentuh tangan mulian baginda Nabi SAW adalah tidak beruban. Tidak hanya itu, akan tetapi para sahabat yang lain juga mengambil keberkahan dari bekas sentuhan baginda Nabi SAW bahkan setelah bertahun-tahun lamanya.

Segala sesuatu yang tersentuh oleh jasad baginda Nabi SAW adalah menjadi berkah dan juga memberikan keberkahan kepada orang lain. Dimana keberkahan ini adalah merupakan sabab yang Allah ciptakan di alam hikmah ini, sebagai wasilah untuk mendapatkan kesembuhan sebagaimana dalam hadits ini. Wallahu Ta’ala A’la wa A’lam.

Laporan: Abdullah Alyusriy

Artikel ini ditulis oleh:

Andy Abdul Hamid