Pada hadits diatas juga mengisyaratkan, bahwa yang dikehendaki dari seorang mukallaf adalah meyakini adanya hikmah pada setiap hukum Allah untuk hambaNya dan mengikutinya dengan segala ketundukannya sebagai seorang hamba kepada Sang Penciptanya.

Sebagaimana baginda Nabi SAW memulai sa’inya dengan bukit shafa menuju bukit marwah, mengikuti firman Allah:

“إِنَّ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ مِنْ شَعَائِرِ اللَّهِ ”

Artinya: “Sesungguhnya bukit shafa dan marwa adalah diantara syi’ar-syi’ar Allah”(QS. Albaqarah: 158).

Meskipun huruf “و” di dalam bahasa Arab tidak memberikan makna berurutan, yang mana dalam hal ini baginda bersabda:

“نَبْدَأُ بِمَا بَدَأَ اللَّهُ بِهِ فَبَدَأَ بِالصَّفَا ”

Artinya: “Kita memulai dengan apa yang telah Allah mulai dengannya, maka baginda Nabi memulai dengan bukit Shafa “(HR. Abu Dawud). Wallahu A’lam.

Laporan: Abdullah Alyusriy

Artikel ini ditulis oleh:

Andy Abdul Hamid