Pada hadits ini bisa diambil beberapa kesimpulan, diantaranya puasa untuk orang lain yang sudah meninggal adalah sah, telah gugur kewajiban berpuasa ibunya, dan sang ibu mendapatkan pahalanya.

Dengan demikian, kita boleh memberikan pahala sebuah ibadah kepada seseorang, dan itu akan sampai kepadanya. Begitu pula dengan ibadah-ibadah yang lain seperti sedekah, shalat, menyembelih hewan, umrah dan haji serta ibadah lainnya.

Hal ini adalah merupakan bentuk rahmat Allah terhadap ummat baginda Nabi Muhammad SAW, dimana diantara mereka saling memberikan syafaat antara satu dengan yang lainnya.

Syekh Yusri mengatakan, bahwa sudah menjadi ijma’ bahwa seorang itu boleh menghajikan untuk orang lain yang sudah meninggal ataupun karena sakit sehingga tidak mampu melaksanakannya. Hal ini sesuai dengan hadits baginda Nabi SAW:

“فَقَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ فَرِيضَةَ اللَّهِ عَلَى عِبَادِهِ فِى الْحَجِّ أَدْرَكَتْ أَبِى شَيْخًا كَبِيرًا لاَ يَثْبُتُ عَلَى الرَّاحِلَةِ أَفَأَحُجُّ عَنْهُ قَالَ نَعَمْ”

Artinya: “Kemudian wanita itu bertanya “ wahai Rasulallah, sesungguhnya Allah telah mewajibkan haji atas hambaNya, sedangkan ayah saya sudah tua renta sehingga tidak mampu untuk menaiki kendaraan, apakah boleh saya berhaji untuknya? Nabi berkata iya, boleh “(HR.Bukhari).

Artikel ini ditulis oleh:

Andy Abdul Hamid