Dimana pada hadits ini sayyidah Aisyah RA menyebutkan kata mani, yang mana mani adalah merupakan sesuatu yang dianggap malu ketika orang menyebutnya, sehingga Allah Ta’ala menyebutkan dengan kata yang lebih sopan dalam firmanNya

“هُنَّ لِبَاسٌ لَكُمْ وَأَنْتُمْ لِبَاسٌ لَهُنَّ ”

Artinya: “Mereka (istri-istri) adalah pakaian bagi kalian (para suami), dan kalian adalahpakaian bagi mereka “(QS. Al Baqarah: 187).

Baginda Nabi SAW juga telah menyebutkan pada haditsnya dengan kata “ عُسَيْلَةٌ” yang berarti “ madu” sebagai kinayah dari mani, dimana baginda bersabda kepada isteri Rifa’ah RA “حَتَّىتَذُوقِى عُسَيْلَتَهُ وَيَذُوقَ عُسَيْلَتَكِ ” yang artinya “ hingga kamu merasakan madunya, dan dia merasakan madumu “(HR. Bukhari).

Hal ini adalah diperbolehkan, kalau memang dadurat, dimana sayyidah Aisyah RA bertujuan untuk menjelaskan dan menguatkan sebuah hukum islam, yaitu tentang hukum mani, sebagaimana komentar Abu Jamrah RA pada hadits di atas.

Sifat seperti inilah yang telah dipuji oleh sayyidah Aisyah RA, sehingga menjadi motifasi bagi para sahabat yang lain dan juga menjadi sunnah bagi ummat baginda. Sayyidah Aisyah RA telah memuji perbuatan Asma RA yang bertanya kepada baginda Nabi SAW tentang bagaimana cara bersuci dari haid, lalu ia pun berkata:

“نِعْمَ النِّسَاءُ نِسَاءُ الأَنْصَارِ لَمْ يَكُنْ يَمْنَعُهُنَّ الْحَيَاءُ أَنْ يَسْأَلْنَ عَنِالدِّينِ وَيَتَفَقَّهْنَ فِيهِ”

Artinya “Sebaik-baik perempuan adalah perempuan dari kaum Anshar, rasa malu tidak pernah mencegahnya untuk bertanya tentang urusan agama dan mempelajarinya “(HR. Bukhari). WallahuA’lam…..bersambung.

Laporan: Abdullah Alyusriy

Artikel ini ditulis oleh:

Andy Abdul Hamid