djarot saiful hidayat

Jakarta, Aktual.com – Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat, menanggapi data-data yang dikeluarkan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) DKI Jakarta, mengenai program penggusuran paksa. Djarot menginginkan agar Jakarta lebih manusiawi dan tertib.

“Biar aja data LBH, data LBH boleh lah naik dua kali lipat tapi yang kita inginkan adalah Jakarta bisa lebih manusiawi dan tertib,” kata Djarot di Balai Kota DKI, Jakarta Pusat, Rabu (5/7).

Djarot menambahkan bahwa bila membiarkan orang tinggal di kolong tol dan bantaran sungai akan lebih tidak manusiawi. Maka dari itu, menurutnya lebih baik bila disediakan tempat seperti rumah susun.

“Anda mau menyampaikan bahwa ada yang mengatakan bahwa menggusur yang di kolong tol, di kolong jembatan enggak manusiawi. Dimana tidak manusiawinya? Apa lebih manusiawi kita membiarkan mereka tinggal di bantaran-bantaran sungai, di kolong tol kolong jembatan, itu justru tidak lebih manusiawi ya,” ujarnya.

“Justru lebih manusiawi kita sediakan tempat. sediakan tempat di rusun-rusun kita. Jadi ini loh maksud saya, artinya kalau terjadi pembiaran terus menerus di Jakarta maka Jakarta ini akan berubah jadi kota yang tidak teratur,” tambahnya.

Diinformasikan, LBH DKI Jakarta menelusuri data Anggaran dan Pendapatan Belanja Daerah Provinsi DKI Jakarta tahun 2017 dan menemukan adanya 507 program senilai Rp22.714.432.254,- yang diduga mengimplementasikan penggusuran paksa di berbagai wilayah administratif DKI Jakarta.

Menurut data dari LBH Jakarta, 507 program tersebut tersebar di enam wilayah. Sebanyak 91 program memakan dana Rp3,4 miliar untuk Jakarta Pusat.

Jakarta Timur, 118 program dengan biaya Rp 5, 5 miliar. Jakarta Selatan dengan 124 program dengan dana Rp3,9 miliar dan Jakarta Barat dengan 94 program sebesar Rp6,2 miliar.

Sedangkan di Jakarta Utara dengan 69 program sebesar Rp3,05 miliar dan Kepulauan Seribu dengan 11 program sebesar Rp387 juta.

Sementara itu, Anggaran di atas belum termasuk anggaran operasional dan pengadaan barang dan jasa dari satuan pelaksana penggusuran paksa, yaitu Satpol PP, atau hibah untuk pihak-pihak lain yang sering dilibatkan dalam penggusuran paksa seperti aparat POLRI dan TNI.

“Besarnya alokasi anggaran pemerintah untuk melaksanakan penggusuran menunjukkan bahwa sebenarnya pemerintah provinsi memiliki alokasi anggaran yang cukup besar untuk menjelajahi solusi alternatif selain penggusuran paksa, misalnya dengan membangun pasar untuk menampung pedagang kaki lima ataupun merenovasi berbagai kampung di Jakarta yang kumuh,” ujar Alldo Fellix Januardy, pengacara publik LBH Jakarta, dalam siaran persnya, Senin (3/7).

 

Laporan Gespy Kartika Amino

Artikel ini ditulis oleh: