Dua pejalan kaki melintasi papan sosialisasi pembayaran pajak secara online di Jakarta, Selasa (1/3). Direktorat Jenderal Pajak membuat peta zona potensial pajak untuk mencapai target penerimaan pajak sebesar Rp1.360,1 triliun pada 2016. ANTARA FOTO/Wahyu Putro A/ama/16

Jakarta, Aktual.com – Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi)-Jusuf Kalla (JK) sudah berjalan tiga tahun, namun pencapain di sektor pajak masih belum memenuhi target. Terutama dari sisi penerimaan negara.

Untuk itu pemerintah perlu mawas diri dan melakukan evaluasi dari aspek penerimaan negara dari sektor pajak itu. Apalagi dalam beberapa tahun ini penerimaan pajak belum menggembirakan.

“Ingat target pajak di tahun 2015 dan 2016 lalu yang sangat tidak menggembirakan. Ternyata hanya mencapai 80 persen lebih saja,” tandas Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), Yustinus Prastowo di Jakarta, Jumat (20/10).

Tercatat pencapaian target pajak 2015 hanya sebesar 82% dan di tahun 2016 lebih parah cuma 81%. Masih kalah dari pencapaian target bea dan cukai. Di 2015 bisa mencapai sebesar 92,3% dan tahun 2016 sebesar 97,15%.

“Rendahnya pencapaian dipengaruhi oleh kenaikan target penerimaan yang ambisius di saat perekonomian sedang mengalami stagnasi,” kritik pengamat pajak ini.

Hal itu disebutnya menjadi penyebab utama selain faktor kepatuhan yang masih rendah dan kapasitas otoritas pemungut pajak yang juga perlu ditingkatkan.

“Sehingga dalam jangka pendek ini, sebetulnya yang perlu adalah memperbaiki fundamental yang lebih mendesak daripada memaksakan akselerasi. Sehingga rasionalitas dan prioritas belanja pun patut mendapat perhatian. Jangan boros dalam belanja,” papar dia.

Makanya, pemerintah perlu melakukan moderasi target pajak, terutama di APBNP 2017 ini yang sudah dilakukan. Ini agar menjadi titik balik rasionalitas kebijakan fiskal, karena lebih realistis dan peka terhadap kondisi dunia usaha.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Eka