# Batubara Naik, Tarif Listrik Naik, Rakyat lagi yang jadi Korban
Saat ini, komponen penyesuaian tarif bergantung pada harga patokan minyak mentah Indonesia, inflasi, serta nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat. Jika wacana berlaku, harga batubara akan menjadi faktor penentu penyesuaian listrik saban tiga bulan. Sebab, pembangkit batubara saat ini menyumbang 55 persen dalam bauran energi nasional.
“Kami mengingatkan Pemerintah untuk konsisten menjaga tarif listrik tidak naik. Agar daya beli masyarakat tidak menurun dan industri dalam negeri bisa berjalan dengan baik. Apalagi Pemerintah telah berkomitmen tarif listrik tidak naik hingga Maret 2018,” ujar Anggota DPR RI Komisi VII FPKS Rofi Munawar.
Pemerintah sudah seharusnya menentukan formula penerapan tarif listrik yang menunjang stabilitas harga listrik. Memasukkan harga komoditas berdasarkan harga internasional beresiko karena volatilitasnya yang cukup tinggi dan tidak bisa diintervensi oleh pemerintah. Di sisi lain, keberlanjutan industri terkait ini batubara juga harus diperhatikan.
Penetapan harga nasional di bawah harga internasional masih jadi opsi terbaik mengingat industri batubara sudah mengalami untung besar akibat kenaikan HBA. Kebutuhan batubara untuk pembangkit yang dioperasikan oleh PLN maupun IPP dalam setahun sekitar 70 juta ton. Jumlah itu terdiri dari 50 juta ton untuk pembangkit listrik milik PLN dan 20 juta ton dari IPP. Jumlah tersebut terbilang kecil apabila dibandingkan total produksi yang mencapai 460 juta metrik ton.
Ketua Umum SP PLN, Jumadis Abda, meminta pemerintah khususnya Kementerian ESDM untuk tidak mengakomodir usulan PLN memasukkan Harga Batabura Acuan (HBA) menjadi komponen tarif listrik. Sebab, masyarakat akan dirugikan karena biaya pokok produksi (BPP) listrik naik. Sehingga pada akhirnya tarif listrik dipastikan akan naik.
Selain itu, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia menyampaikan hal yang sama bahwa reformulasi tarif listrik dengan memasukkan Harga Batubara Acuan (HBA) adalah sesuatu yang sangat membahayakan, apalagi jika HBA masih mengacu pada harga internasional.
“Reformasi tarif listrik yang berbasis tarif adjusmen (tarif otomatis) sejak 2014, dan juga implementasi subsidi listrik tepat sasaran pada golongan 900 VA, telah berkontribusi signifikan pada laju inflasi. Bahkan menurut analisis BPS (2017), tarif listrik berkontribusi paling dominan pada laju inflasi yakni 0,81 persen. Oleh karena itu implikasi terhadap gonjang ganjing harga batubara, jangan sampai berwacana untuk menaikkan tarif listrik karena akan memukul daya beli konsumen. Yang harus dilakukan pemerintah adalah intervensi harga di sisi hulu, bukan di sisi hilir,” jelas Ketua YLKI Tulus Abadi.
Menurutnya, PT PLN harus terus meningkatkan pelayanannya, sebab hingga detik ini pelayanan PT PLN masih banyak dikeluhkan. Bahkan pada 2017 keluhan konsumen terhadap PT PLN menduduki rangking lima besar (6 persen) dari total pengaduan konsumen di YLKI.
Selanjutnya… RUPTL 2017-2026, Listrik PLTU Batubara Banyak Tak Terserap
Artikel ini ditulis oleh:
Eka