Jakarta, Aktual.com-Kecelakaan merenggut penglihatan Taufiq Effendi (33). Kecelakaan terjadi puluhan tahun silam, saat ia duduk dibangku Sekolah Dasar (SD) Kelas IV. Musibah yang menimpanya nyaris memupuskan cita-citanya, menjadi seorang dokter. Ibunda Taufiq, Sukarsih (61), menuturkan, bagaimana peristiwa kecelakaan itu terjadi.

Sekitar tahun 1980an, keluarga Sukarsih tinggal di Gang Subur di Wilayah Roxy, Jakarta Barat. Anaknya, Taufiq, sebagaimana teman-teman sebayanya hendak menjalankan sholat Maghrib berjamaah di salah satu surau terdekat. Dalam perjalanan sambil berlari-lari tiba-tiba melintas bajaj dan menabrak tubuhnya.

“Tidak ada luka lain, mungkin karena masuk kolong bajaj atau gimana. Pokoknya ada benturan dan benjut di kepala,” kenang Sukarsih, belum lama ini.

Kondisi tubuhnya memang tidak mengkhawatirkan namun muncul benjolan sebesar telur dikening anaknya dan tidak kunjung hilang. Ia sempat bertanya dokter saat Taufiq dirawat di Rumah Sakit dan dijawab benjolan anaknya bisa kempes setelah diberi obat. Benar kata dokter, tidak berapa lama benjolan kempes setelah diberi obat.

Akan tetapi, tidak berapa lama berselang ia mendapati laporan dari guru sekolah. Taufiq kerap ke depan untuk melihat tulisan di papan tulis dan kerap jatuh saat naik sepeda. Begitu halnya pada saat lari, ia kerap bertabrakan dengan temannya. Keadaan itu berlangsung lama hingga Sukarsih mendapati bola mata anaknya berwarna putih saat kena sinar matahari.

“Saya coba tutup mata kirinya, ternyata katanya mata kanannya tidak bisa melihat. Saya kaget sekali,” terang Sukarsih.

Keesokan harinya, Sukarsih membawa Taufiq ke RSCM dan dalam pemeriksaan dokter menyatakan sudah terlambat. Gumpalan darah yang pernah terjadi pada saat kecelakaan telah merusak syaraf matanya. Kepastian dari dokter itu bukan saja menghancurkan perasaan Taufiq, melainkan juga Sukarsih dan suaminya (alm) Matsani.

Dengan mengorbankan tabungan kuliah kedua kakaknya, Taufiq sempat menjalani operasi beberapa kali, termasuk operasi penyambungan syaraf retina. Namun ikhtiar belum juga membuahkan hasil yang menggembirakan. Justru Taufiq kembali diuji pada saat menjalani perawatan, mata kirinya ikut memburuk dan tidak berfungsi.

Karena penglihatannya kian tidak memungkinkan, saat mengenyam pendidikan SMP Taufiq sempat cuti sekolah beberapa kali, meski pada akhirnya bisa menyelesaikan pendidikan. Cahaya kehidupannya mulai terang ketika ia menjalani rawat jalan bagian mata di RSCM. Dimana didapati informasi Universitas Padjajaran membuka perkuliahan bagi tuna netra.

Melalui Yayasan Mita Neta, Sukarsih melabuhkan anaknya ke Tan Miyat, sebuah asrama tunanetra di Kompleks Depses di Kawasan Bulak Kapal, Bekasi Timur. Disitu, Taufiq tinggal namun bersekolah di SMA YPI 45 Bekasi.

“Saya diajak jalan-jalan keliling asrama, tapi yang nuntun ternyata matanya sudah nggak ada. Walaupun nggak melihat, tapi dia hapal tempat-tempatnya,” beber Taufiq.

Di sekolah ini, Taufiq mendapatkan prestasi ketiga dari 240 murid di Jurusan IPA SMA YPI 45 Bekasi. Selepas SMA, Sukarsih sempat menawarkan praktek pijat, namun Taufiq memilih pergi ke Bandung untuk belajar musik di asrama Wyata Guna. Alasannya sederhana, dengan musik ia berharap bisa keliling dunia.

Namun tanpa sepengetahuan orang tuanya, ia juga mempersiapkan diri mengikuti UMPTN dan memilih Universitas Indonesia dan Universitas Negeri Jakarta (UNJ). Kecerdasannya menghantarkan Taufiq diterima di UNJ, Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris.

Di UNJ, ia bertemu mahasiswa rantau yang kesulitan biaya kos. Dari temannya itu pula Taufiq mendapatkan bantuan belajar. Hasilnya, pada semester VI ia memperoleh bantuan beasiswa sebesar Rp 20 juta untuk terbang ke Jepang. Didampingi dosennya, Taufiq membawa makalah yang sebelum lolos seleksi dan akan dipresentasikan di 4th Asia TEFL International Conference.

Dari Jepang, Taufiq kembali mendapatkan beasiswa penyelesaian skripsi dari Korean Exchange Bank di tahun berikutnya. Setelah menggondol ijazah sarjana dalam waktu tiga setengah tahun dengan predikat cumlaude, ia sempat melanjutkan jenjang S2 dari beasiswa MA in Muslim Cultures di London dari Aga Khan University.

Sebelum meninggalkan London, ia juga berhasil meraih beasiswa ICT training dari Japan Braille Library yang diselenggarakan di Malaysia. Berikut beasiswa dari US Departement of State untuk menghadiri teacher training and workshop selama tiga pekan di INTO Oregon State University, Corvallis, USA dan beasiswa ilmu pengajaran bahasa Inggris di University of Oregon, Eugene, USA.

Termasuk beasiswa dai University of New South Wales, Australia dan meraih dua gelar master sekaligus dari kampus tersebut. Masing-masing Master of Education in Teaching English to Speakers of Other Languages (TESOL) 2013 dan Master of Education in Assessment and Evaluation 2014.

Setelah beberapa kali direkrut sebagai konsultan di Australia, Taufiq bertekad pulang ke Indonesia dan akhirnya mendirikan Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Bahasa Inggris Glonal Umaro Education (GLUE Institute) di Komplek Gading Tutuka 2, Soreang, Kabupaten Bandung pada Oktober 2015 lalu.

“Ini salah satu impian terbesar saya, mendirikan usaha sendiri dan berbagi ilmu khususnya bahasa Inggris bagi masyarakat tidak mampu atau memiliki keterbatasan fisik. Kami yang memiliki keterbatasan fisik punya hak sama dengan lainnya,” pungkasnya.

Taufiq Effendi sendiri diketahui meraih penghargaan Apresiasi Orang Tua Hebat 2016 dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendi. Penghargaan diberikan pada akhir Agustus 2016 lalu.
Direktur Pembinaan Pendidikan Keluarga, Ditjen PAUD dan DIKMAS, Sukiman, menambahkan, keluarga adalah pendidik yang pertama dan utama. Keteladanan keluarga merupakan investasi luar biasa bagi bangsa Indonesia. Konsep keluarga sebagai pendidik sejak lama dicetuskan Ki Hajar Dewantara.

Sejak tahun 1935, Ki Hajar Dewantara mencetuskan Tri Sentra Pendidikan. Yakni pedidikan alam keluarga, pendidikan alam perguruan dan pendidikan alam pergerakan pemuda.

Kemendikbud menjabarkan apa yang telah dicetuskan Ki Hajar Dewantara tersebut dengan menjaring orang tua hebat dari seluruh Indonesia.

*Adv

Artikel ini ditulis oleh: