Kapolri Jenderal Badrodin Haiti memberikan keterangan kepada media terkait kasus pembakaran gereja Aceh Singkil di Rumah Dinas Kapolri, Jakarta, Selasa (13/10). Kapolri mengatakan pihaknya akan mengusut tuntas kejadian tersebut serta mengimbau masyarakat agar tetap tenang dan tidak terprovokasi. ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/ama/15

Jakarta, Aktual.com — Surat edaran hate speech atau ujaran kebencian yang diterbitkan Kapolri Jenderal Polisi Badrodin Haiti menuai pro kontra. Pasalnya, SE tersebut dinilai membungkam kebebasan berpendapat.

“Ini polisi sudah mengekang kebebasan berpendapat di medsos. Karena medsos sudah mulai berani melawan informasi yang tidak benar, yang dikeluarkan oleh pemerintah,” ujar pengamat Uchok Sky Khadafi ketika berbincang dengan Aktual.com, Selasa (3/11).

Dia menilai, dengan adanya celah seperti itu membuat polisi cari muka kepada penguasa di negeri ini. “Polisi ini cari muka pada keluasaan dan mengancam warga di melalui medsos.”

Dia perpendapat, sebaiknya polisi tidak over acting dalam hal ini. Sebab, medsos merupakan sarana masyarakat untuk mencurahkan isi hati, terutama untuk pemerintahan saat ini.

“Polisi tidak perlu over acting dengan mengeluarkan ancaman ini. Karena pendapat atau pernyataan masih hal yang wajar. Ini wajar untuk berdemokrasi,” kata dia.

Bentuk ujaran kebencian yang dimaksud dalam surat edaran tersebut diantaranya yaitu, pada Nomor 2 huruf (f) disebutkan bahwa ujaran kebencian dapat berupa tindak pidana yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dan ketentuan pidana lainnya di luar KUHP.

Kemudian, surat edaran tersebut menjelaskan terkait ujaran kebencian yang dilakukan melalui media. Misalnya, dalam orasi kegiatan kampanye, spanduk atau banner, jejaring sosial, penyampaian pendapat di muka umum, ceramah keagamaan, media massa cetak atau elektronik dan pamflet.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Wisnu