Jakarta, Aktual.com – Kalangan pelaku industri hasil tembakau (IHT) mengharapkan pemerintah tidak menaikkan cukai tembakau pada 2021 mengingat sektor industri tersebut saat ini terdampak pandemi COVID-19.

Ketua Umum Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) Budidoyo mengungkapkan di tengah pandemi COVID-19, sektor IHT mengalami tekanan dari beberapa penjuru sekaligus, antara lain beban kenaikan cukai sebesar 23 persen, serta ketentuan minimum harga jual eceran (HJE) yang naik sebesar 35 persen.

“Industri ini di tengah pandemi mendapatkan tekanan luar biasa, hal ini akan berdampak kepada lebih dari lima juta pekerja di sektor ini,” ujarnya dalam seminar online Tobacco Series#3, di Jakarta, Jumat.

Kementerian Keuangan merencanakan untuk menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) alias cukai rokok dalam beberapa tahun ke depan, mengejar target pembangunan dari sisi fiskal maupun peningkatan daya saing manusia di bidang kesehatan.

Rencana itu tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 77/PMK.01/2020 tentang Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2020-2024.

Menurut Budidoyo, kebijakan tersebut harus dipikirkan secara hati-hati, apalagi saat ini, IHT tengah mengalami gejolak imbas pandemi COVID-19 dan kenaikan cukai 23 persen tahun 2019.

Tekanan yang diterima industri pun bukan hanya itu, lanjutnya, ada juga dorongan ratifikasi FCTC dan revisi PP 109/2012.

“Mempertimbangkan tekanan yang luar biasa pada IHT di tahun ini maka kami berharap tidak ada kenaikan cukai tembakau di tahun 2021,” ujar Budidoyo.

Senada dengan itu, Direktur Tanaman Semusim dan Rempah Kementerian Pertanian Hendratmojo Bagus Hudoro mengakui kenaikan cukai maupun minimum HJE berimbas langsung kepada sisi hulu IHT yakni petani tembakau.

Menurutnya, dengan kenaikan cukai dan harga rokok, membuat penyerapan tembakau di sisi petani tidak optimal dan membuat ketidakpastian harga.

“Dengan menghitung dampak luas hingga sisi hulu sektor pertanian, maka perlu ditemukan keseimbangan dan solusi yang sinergis. Penurunan produksi IHT berkorelasi dengan penyerapan bahan baku tembakau dan cengkih,” tegasnya.

Kasubdit Hubungan Kerja Direktorat Persyaratan Kerja Ditjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kementerian Ketenagakerjaan Sumondang menyatakan mayoritas pekerja pada industri hasil tembakau atau IHT didominasi perempuan berusia muda dan paruh baya, dengan strata pendidikan yang rendah.

Oleh karena itu, tambahnya, menyikapi arah kebijakan cukai, Kemenaker mengingatkan harus diputuskan secara hati-hati mengingat dampaknya yang bersifat efek domino.

Kepala Sub Bidang Cukai Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu Sarno mengakui sektor IHT berkontribusi besar terhadap penerimaan negara. Terlebih di tengah pandemi, sewaktu penerimaan pajak hingga kepabeanan yang menurun, penerimaan cukai justru tetap bertumbuh.

“Cukai tumbuh 3,7 persen, paling besar sekitar 80 persen adalah cukai rokok yang sepanjang semester pertama tahun ini sudah mencapai Rp85 triliun lebih,” kata Sarno.

Menurut dia, pemerintah menyadari peran penting IHT bagi perekonomian, sehingga setiap kebijakan terkait disusun dengan tujuan mencapai keseimbangan dan melibatkan berbagai kementerian melalui rapat terbatas.(Antara)

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Warto'i