Jakarta, Aktual.co — Chairman Center for Energy and Strategic Resources Indonesia (CESRI) M Kusairi mengatakan, tiap tahunnya produksi minyak Indonesia terus menurun, Hal itu yang membuat keran import minyak pun semakin terus terbuka lebar.
Sehingga, pada sektor energi fosil ini Indonesia dinilai dalam bahaya yang bisa dikatakan berada dalam keadaan darurat migas.
“Kedaulatan energi Indonesia, khususnya di sektor migas, tentunya diukur dari seberapa besar kemampuan Pertamina sebagai produsen migas dalam memperoduksi minyak mentah,” kata dia dalam peluncuran dan bedah jurnal The Global Review “Menuju Ketahanan Nasional Bidang Pertahanan Energi dan Pangan”, di Wisma Daria Lantai II, Jl. Iskandarsyah No. 7, Kebayoran, Jakarta Selatan, Selasa (18/11).
Sepanjang rentang sejarahnya sejak resmi didirikan pada 10 Desember 1957 hingga sekarang ini, kata dia, Pertamina tercatat hanya memiliki enam kilang unit minyak dengan kapasitas produksi 1,05 juta barel per harinya.
“Adapun enam kilang itu, yakni Kilang Dumai, Kilang Plaju, Kilang Balikpapan, Kilang Cilacap, Kilang Balongan, dan Kilang Sorong. Dari total kapasitas kilang tersebut hanya mampu memproduksi minyak sebanyak 700 ribu-800 ribu bph,” kata dia.
“Sementara konsumsi bahan bakar minyak Indonesia saat ini mencapai 1,4 juta-1,5 juta bph dan terus meningkat dari tahun ke tahun.”
Oleh karena itu, kata dia, bila bicara persoalan kilang seharusnya Indonesia sudah mulai merubah paradigmanya, yakni dari persoalan untung-rugi, pemberian intensif atau disinsetif kepada hal yang lebih substansi yakni menjaga ketahanan energi nasional.
Artikel ini ditulis oleh:
Novrizal Sikumbang