Jakarta, Aktual.com — Lahir dan tumbuh di Tunisia, Afrika Utara, Ibnu Khaldun berkembang dan melejit sebagai sosok sejarawan Muslim Arab sekaligus penulis sejarah yang namanya juga tersohor sebagai salah satu pendiri sosiologi modern, historiografi dan ekonomi.

Ibnu Khaldun sendiri dinilai menjadi salah satu pelopor pemikir yang paling cemerlang di dunia Muslim. Disebut demikian, karena Ibnu Khaldun sendiri sepanjang hidupnya sudah banyak melahirkan karya-karya fenomenal dalam berbagai bidang. Dan, salah satu karyanya yang paling terkenal adalah “The Muqaddimah” yang berarti pendahuluan.

Karya terbaiknya tersebut dia tulis pada tahun 1337 dan tercatat sebagai karya fenomenal dalam sejarah yang dikenal secara luas. Namun sayang, Ibnu Khaldun dalam menciptakan karya-karyanya tersebut dikenal sebagai sosok yang mandiri dan senang bekerja sendiri.

Kendati demikian, sejumlah pemikir modern menganggap “The Muqaddimah” sebagai karya pertama yang dengan tegas dan terbuka membahas sejarah filsafat, ilmu sosiologi, demografi, sejarah budaya dan masih banyak lagi.

Dalam karyanya tersebut, Ibnu Khaldun memulainya dengan mengkritik beberapa kesalahan sesama sejarawan dalam hal komitmen dan kesulitan mereka dalam menciptakan karyanya. Kemudian, dia pun mengumpulkan tujuh isu penting sebagai bahasan pokok dalam karyanya tersebut. Di antaranya:

Yang pertama, keberpihakan partai menuju keyakinan atau pendapat
Kedua, lebih mempercayai sumber-sumber yang datang dari seseorang secara langsung
Ketiga, adanya kegagalan untuk memahami apa yang dimaksudkan
Keempat, sebuah keyakinan yang salah dalam kebenaran
Kelima, ketidakmampuan untuk menempatkan sebuah acara dalam konteks nyata
Keenam, keinginan umum untuk mendapatkan bantuan dari orang-orang berkedudukan tinggi dengan cara memuji mereka serta menyebarkan ketenaran mereka
Dan terakhir, yang paling penting yaitu adanya ketidaktahuan hukum yang mengatur transformasi masyarakat manusia.

Dalam “The Muqaddimah” karyanya tersebut, terdapat salah satu aspek penting yang paling terkenal yaitu konsep “ashabiyah” yang artinya ‘tribalisme’, ‘clanisme’ atau disebut juga dalam konteks ‘nasionalisme’ modern.

Dia menggunakan istilah asabiyyah tersebut untuk menggambarkan ikatan kohesi di antara manusia dalam suatu kelompok untuk membentuk sebuah komunitas.

Adapun ikatan dalam konsep ini muncul pada setiap tingkat peradaban, mulai dari masyarakat nomaden ke negara dan kekerajaan. Adapun, konsep Ashabiyah ini merupakan aspek yang paling kuat dari fase nomaden dan juga menurun seiring kemajuan peradaban.

Menariknya, pola yang diterapkan dalam konsep ini yakni kemampuannya dalam bertahan pada suatu lingkup masyarakat tertentu meskipun jumlah pengikutnya menurun.

Oleh sebab itu, dapat dikatakan suatu peradaban nyatanya dapat mengalami siklus yang naik dan turun dan sejarah menggambarkan konsep ini sebagai siklus yang mampu mewarnai peradaban, tutur Ibnu Khaldun.

Dengan demikian, sejarah pun membuktikan bahwa sosok Ibnu Khaldun merupakan salah satu pelopor yang banyak memberikan kontribusi di berbagai bidang.

Dan, ilmuwan saat ini pun banyak yang menyakini bahwa ilmu-ilmu sosial seperti yang kita kenal sekarang mungkin tidak akan mencapai tingkat tertinggi bila tanpa adanya bantuan dari Ibnu Khaldun.

Kita pun perlu meyakini, bahwa dia merupakan sosok fenomenal yang namanya pantas disejajarkan dengan seluruh ilmuwan terkenal di dunia. Mengingat,Ibnu Khaldun sendiri merupakan contoh sempurna pribadi Muslim yang mengabdikan dirinya untuk ilmu dan agama. Allahu’alam bi showab. (Laporan Reporter Aktual.com: Ludyah Annisa)

Artikel ini ditulis oleh: