Jakarta, Aktual.com – Gubernur Basuki Tjahaj Purnama (AHopk) telah seenaknya berbicara tentang ajaran agama yang tidak pahami sama sekali. Ahok yang kalap dan panik karena warga tidak mau pilih di Pilkada DKI 2017, kemudian malah menyalahkan Ayat Suci Alquran dan Ulama yang mengajarkan ajaran Islam.

Demikian disampaikan tokoh Rumah Amanah Rakyat (RAR) Ferdinand Hutahaean terkait pernyataan resmi Majelis Ulama Indonesia atas dugaan penistaan agama yang dilakukan Ahok pada tanggal 27 September 2016 di Kepulauan Seribu.

Menurutnya, ada beberapa poin penting dari pernyataan MUI terkait dugaan penistaan agama oleh Ahok. Khususnya pada poin keempat dan poin kelima.

Dimana dalam pernyataannya, MUI menyatakan bahwa kandungan Surah Al-Maidah ayat 51 yang berisi larangan menjadikan Yahudi dan Nasrani sebagai pemimpin adalah sebuah kebohongan. ‘Hukumnya haram dan termasuk penodaan terhadap Al-Quran’.

MUI juga menyatakan bohong terhadap ulama yang menyampaikan dalil Surah Al-Maidah ayat 51 tentang larangan menjadikan nonmuslim sebagai pemimpin adalah penghinaan terhadap ulama dan umat Islam

Berdasarkan hal di atas, maka pernyataan Basuki Tjahaja Purnama dikategorikan : (1) menghina Al-Quran dan atau (2) menghina ulama yang memiliki konsekuensi hukum.

“Dengan terbitnya pernyataan MUI tersebut, kami mendesak DPRD Propinsi DKI Jakarta agar segera melakukan Sidang Paripurna untuk memberhentikan Ahok dari jabatannya sebagai Gubernur,” tegas Ferdinan dalam keterangan tertulisnya, Rabu (12/10).

DPRD DKI Jakarta harus memprosesnya sebab Ahok secara sah menistakan agama dan tidak layak lagi menjabat Gubernur,” lanjutnya.

Kepada Polri, Rumah Amanah Rakyat mendesak agar segera menindaklanjuti laporan masyarakat. Ahok harus segera diperiksa dan ditetapkan sebagai tersangka penistaan agama.

Kedua langkah ini, lanjut dia, harus dilaksanakan untuk menghindari amarah publik yang merasa agamanya dilecehkan. Sebab bagaimanapun langkah bijak sangat perlu diambil demi kemaslahatan bangsa dan negara.

“Presiden kita harap memberikan perhatian atas masalah ini dan tidak malah mengalihkan perhatian publik dengan kasus yang tidak layak seperti OTT di Kemenhub,” demikian Ferdinand.

 

*Sumitro

Artikel ini ditulis oleh: