Terdakwa kasus dugaan suap gula impor, Irman Gusman menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (15/11/2016). Irman melalui kuasa hukumnya membacakan eksepsi atau nota keberatan atas dakwaan jaksa penuntut umum.

Jakarta, Aktual.com – Majelis hakim menolak keberatan yang diajukan mantan Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Irman Gusman dan tim kuasa hukumnya.

“Mengadili, menolak eksepsi keberatan tim penasihat hukum Irman Gusman untuk seluruhnya,” kata ketua majelis hakim Nawawi Pomolango dalam sidang pembacaan putusan sela di pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (29/11).

Selain itu majelis hakim menyatakan pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, berwenang untuk memeriksa, mengadili dan memutus perkara terdakwa atas nama Irman Gusman.

“Memutuskan surat dakwaan sebagai dasar pemeriksaan dan mengadili tindak pidana korupsi atas nama Irman Gusman, memerintahkan jaksa penuntut umum (JPU) untuk melanjutkan pemeriksaan perkara atas nama Irman Gusman,” kata ketua majelis hakim Nawawi Pomolango.

Dalam perkara ini, Irman didakwa menerima Rp100 juta dari Xaveriandy Sutanto dan Memi karena telah mengupayakan CV Semesta Berjaya milik Xaveriandy dan Memi mendapat alokasi pembelian gula yang diimpor oleh Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Perum Bulog) untuk disalurkan di provinsi Sumatera Barat dengan memanfaatkan pengaruhnya terhadap Direktur Utama Perum Bulog.

Penasihat hukum Irman mengajukan keberatan terhadap surat dakwaan itu, salah satunya karena menilai Irman didakwa dengan hukum yang belum ada yaitu memperdagangkan pengaruh yang berasal dari United Nations Convention Againts Corruption (UNCAC).

“Mengenai keberatan tentang hukum yang belum ada, penasihat hukum menyatakan jaksa penuntut umum dalam dakwaan menguraikan mengenai perbuatan memperdagangkan pengaruh terdakwa agar CV Semesta Berjaya mendapat alokasi pembelian gula yang diimpor oleh Perum Bulog untuk disalurkan di provinsi Sumatera Barat karena belum diadopsi oleh hukum di Indonesia sehingga belum menjadi perbuatan yang dilarang, tapi dalam dakwaan tidak ditemukan dalil memeperdagangkan pengaruh sehingga keberatan tersebut tidak berdasarkan hukum dan harus ditolak,” kata anggota majelis hakim, Muhammad Idris Muhammad Amin.

Sedangkan terkait keberatan bahwa dakwaan mengandung cacat formal, “error in procedure” dan seterusnya, majelis hakim juga tidak sepakat.

“Surat dakwaan telah memenuhi syarat-syarat formil sesuai dengan KUHAP termasuk mencantumkan identitas terdakwa. Selanjutnya mengenai dakwaan memuat dua ancaman, itu adalah dominan jaksa penuntut umum baik alternatif, kombinasi atau subsidaritas yang penting surat dakwaan sudah jelas, terang dan lengkap sedangkan pertimbangan lain tidak perlu dipertimbangkan karena akan dibuktikan dalam materi perkara,” ungkap hakim Muhammad Idris Muhammad Amin.

Irman didakwa berdasarkan pasal 12 hurub b atau pasal 11 No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sedangkan Xaveriandy dan Memi didakwakan pasal berdasarkan pasal 5 ayat 1 huruf b atau pasal 13 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Ancaman hukuman minimal 1 tahun penjara dan maksimal 5 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta.

“Kami menghormati keputusan pajelis hakim dan akan langsung masuk pemeriksaan pokok perkara, kami tidak pantas mengomentari di media mengenai putusan karena kami tidak ada opsi lain, nanti kita lihat di pokok perkara,” kata pengacara Irman, Tommy Singh.

Sidang ditunda hingga 13 Desember 2016.

(Ant)

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Nebby