Sejumlah aktivis buruh migran yang tergabung dalam Migrant Care melakukan aksi peringatan Hari Migran Internasional di kawasan CFD, Bunderan HI, Jakarta, Minggu (18/12/2016). Dalam aksi peringatan Hari Migran Internasional Migran Care menolak segala bentuk perbudakan dan mendesak Ratifikasi Konvensi ILO 188.

Tokyo, Aktual.com – Puluhan tahanan di Pusat Imigrasi Jepang melakukan mogok makan pada Kamis (11/5) sebagai bentuk protes menolak penahanan yang lama dan berulang kali, sehingga memicu perhatian baru pada kebijakan imigrasi.

Beberapa pelaku mogok makan adalah pencari suaka dan yang lainnya pernah tinggal di Jepang selama puluhan tahun sebagai pekerja migran, kata Mitsuru Miyasako, ketua Asosiasi Pembebasan Sementara di Jepang.

Lebih dari 20 tahanan melancarkan mogok makan mereka di Biro Imigrasi Regional Tokyo pada Selasa, dengan lebih dari satu lusin bergabung dengan mereka pada Kamis, menurut salah satu pemrotes dan seorang pegiat kepada Reuters.

Protes dan mogok makan jarang terjadi di Jepang, yang sangat menghargai stabilitas sosial. Imigrasi, dilihat oleh beberapa orang Jepang sebagai ancaman terhadap keamanan, adalah subjek kontroversial di negara itu di mana banyak orang yang membanggakan homogenitas budaya dan etnisnya.

Petugas Departemen Kehakiman Shigeki Otsuki membenarkan beberapa tahanan menolak untuk makan. Ia mengatakan bahwa dia tidak bisa segera mengatakan jika terjadi peningkatan jumlah tahanan, namun mengatakan 387 pria dan 189 wanita saat ini ditahan di Pusat Imigrasi Tokyo.

“Kita butuh perubahan, kita perlu menghentikan sistem ini,” kata salah seorang pelaku mogok makan. Ia telah ditahan satu kali selama 10 bulan.

Pemogokan tersebut terjadi setelah dua aksi mogok makan yang memprotes perawatan medis yang tidak layak dalam penahanan di sebuah pusat di Osaka. Aksi itu juga dilakukan setelah kematian seorang tahanan Vietnam baru-baru ini di fasilitas penahanan yang berbeda yang memprovokasi kritik tentang kondisi di dalam pusat penahanan.

Sebuah penyelidikan Reuters tahun lalu mengenai kematian seorang warga Sri Lanka di pusat penahanan yang sama di Tokyo mengungkapkan kekurangan serius di sektor perawatan kesehatan dan pemantauan dalam sistem penahanan imigrasi.

Jepang hanya menerima 28 pencari suaka tahun lalu dari daftar 10.901 aplikasi, yang memberikan sorotan pada keengganan negara tersebut menerima orang asing. (ant)

Artikel ini ditulis oleh: