Jakarta, Aktual.co — Menteri Agama, Lukman Hakim Saifuddin menjelaskan, bahwa toleransi adalah sebuah upaya menjaga perasaan diri terhadap perbuatan orang lain di tengah-tengah lingkungan yang berbeda dan majemuk.
Di sisi lain tenggang rasa merupakan usaha dalam menjaga perasaan orang lain atas perbuatan yang dilakukan, kata Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin ketika menjadi panelis pada Focus Group Discussion (FGD) yang bertema “Kebebasan Berekspresi dan Sensitivitas Agama” yang diselenggarakan Kementerian Luar Negeri, di Gedung Pancasila, Kemenlu, Jakarta, Senin (19/1).
Bangsa Indonesia mempunyai toleransi yang tinggi, karena memiliki kemampuan untuk senantiasa menjaga perasaan sendiri terhadap perbuatan orang lain, di samping itu pula, sikap tenggang rasa juga sangat besar, katanya.
Kebebasan berekspresi sering kali berbeda dengan keyakinan agama. Untuk itu, butuh sebuah keseimbangan. Dalam kontek Indonesia yang plural ini, ada kekayaan khasanah dari Tanah Air, sebuah kearifan lokal peninggalan nenek moyang, yang bisa digali dan ditawarkan pada dunia. Kekayaan itu bernama tepo seliro. Yakni perpaduan antara toleransi dan tenggang rasa.
”
Toleransi adalah bagaimana kita bisa menjaga perasaan diri, terhadap perbuatan orang lain di tengah-tengah lingkungan kita yang berbeda dan majemuk. Sedang tenggangrasa merupakan kemampuan kita dalam menjaga perasaan orang lain atas perbuatan yang akan kita lakukan,” ungkap Menag.
Ia merasa yakin, tepo seliro, bisa ditawarkan pada dunia luar. Tentu, kebebasan berekspresi senantiasa diimbangi dengan kemampuan untuk mengimplementasikan tepo seliro tersebut.
Deklarasi Hak Asasi Manusia (HAM) Universal, ia melanjutkan, menyatakan bahwa dalam rangka menjalankan kebebasannya, setiap orang dituntut untuk menghormati hak dan kebebasan orang lain. Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang dituntut untuk memenuhi tuntutan atas tiga pertimbangan, yakni, nilai-nilai moral, ketertiban umum dan keamanan, yang dalam konstitusi (UUD), ditambahkan nilai-nilai agama.
Jadi, dalam mengekspresikan kebebasan, bangsa Indonesia, bagaimana pun tidak bisa bebas tanpa batas. Ada beberapa hal, semisal perbedaan keyakinan beragama yang penting untuk difahami. Selain itu, mengedepankan jurnalisme perdamaian. Inilah sebenarnya yang dikehendaki masyarakat luas. Jika tidak, maka akan mendapat tantangan dari masyarakat yang semakin cerdas.
Sebelumnya, Menlu RI Retno LP Marsudi menjelaskan sikap resmi pemerintah Indonesia yang mengecam aksi penembakan di kantor majalah Charlie Hebdo di Paris, Perancis beberapa waktu lalu.
“Sikap resmi Pemerintah Indonesia adalah mengecam aksi penembakan ke kantor majalah Charlie Hebdo di Paris, Prancis, yang menewaskan 12 orang beberapa waktu lalu. Pemerintah RI juga menyampaikan belasungkawa yang sebesar-besarnya kepada Pemerintah dan Rakyat Perancis, khususnya keluarga korban. Pemerintah Indonesia menegaskan, bahwa tindak kekerasan apa pun, tidak dapat dibenarkan. Pemerintah Indonesia pun mendukung upaya Pemerintah Prancis menangkap dan mengadili para pelaku,” kata Menlu.
Dalam kesempatan sama, Menkominfo Rudiantara menyatakan bahwa dengan berkembangnya IT, kini media sosial sungguh sangat sulit dikendalikan. Menkominfo berjanji akan terus berkomunikasi dengan kementerian lain, seperti Kemenag, untuk terus mengawasi portal, blog, facebook, twitter, dan media sosial lainnya, yang berisi hal-hal yang dianggap menyimpang dan atau menimbulkan keresahan dalam masyarakat.
Hadir dalam FGD tersebut Wakil Menteri Luar Negeri AM Fachir, pimpinan organisasi Islam, pimpinan majelis agama, tokoh masyarakat, dan Kepala PKUB, Mubarok.
Artikel ini ditulis oleh: