Komisioner KPU RI, Moch.Afifuddin

Jakarta, Aktual.com – Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI segera menindaklanjuti status 7 anggota Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Kuala Lumpur, Malaysia.

Koordinator Divisi Hukum KPU RI Mochamad Afifuddin menyebut, pihaknya akan melaporkan ketujuh orang itu atas pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).

“Dengan ditetapkannya atus tersangka, maka proses selanjutnya KPU akan melakukan langkah untuk meneruskan ke DKPP,” kata Afif, (29/2).

Saat ini, status ketujuh orang itu masih nonaktif sementara karena diperiksa secara internal oleh KPU RI sebelum Polri menetapkan mereka sebagai tersangka.

“Mekanisme pemberhentian tetap dapat didasarkan pada hasil pemeriksaan DKPP terhadap status PPLN yang menjadi tersangka,” ujar dia.

Sebelumnya diberitakan, berdasarkan gelar perkara kemarin, Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri menduga bahwa 7 anggota PPLN Kuala Lumpur secara sengaja menambah jumlah daftar pemilih tetap (DPT) yang sudah ditetapkan dan memalsukan DPT.

Para tersangka dijerat Pasal 545 dan/atau Pasal 544 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

KPU dan Bawaslu sebelumnya sepakat tak menghitung suara pemilih pos dan KSK (Kotak Suara Keliling) di wilayah kerja PPLN Kuala Lumpur karena masalah integritas daftar pemilih dan akan mengulang proses pemilu.

Dalam proses pencocokan dan penelitian (coklit) oleh PPLN Kuala Lumpur pada 2023 lalu, Bawaslu menemukan hanya sekitar 12 persen pemilih yang dicoklit dari total sekitar 490.000 orang dalam Data Penduduk Potensial Pemilih (DP4) dari Kementerian Luar Negeri yang perlu dicoklit.

Bawaslu juga menemukan panitia pemutakhiran daftar pemilih (pantarlih) fiktif hingga 18 orang.

Akibatnya, pada hari pemungutan suara, jumlah daftar pemilih khusus (DPK) membeludak hingga sekitar 50 persen di Kuala Lumpur.

Pemilih DPK adalah mereka yang tidak masuk daftar pemilih. Ini menunjukkan, proses pemutakhiran daftar pemilih di Kuala Lumpur bermasalah.

Bawaslu bahkan menyampaikan, ada dugaan satu orang menguasai ribuan surat suara yang seyogianya dikirim untuk pemilih via pos.

Bawaslu juga mengaku sedang menelusuri dugaan perdagangan surat suara di Malaysia.

Dalam mempersiapkan pemungutan suara ulang di Kuala Lumpur, KPU diminta untuk melakukan pemutakhiran ulang daftar pemilih dan memastikan alamat-alamat para pemilih yang sebelumnya tidak jelas.

KPU juga memutuskan akan meniadakan pemungutan suara melalui metode pos dalam PSU ini.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Arie Saputra